TransparanNews, Jakarta – Dalam beberapa hari ke depan, tepatnya pada 20 Oktober 2024, Indonesia akan menyaksikan pelantikan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pelantikan ini akan menjadi tonggak baru bagi Indonesia, dan keesokan harinya, kabinet Prabowo-Gibran juga akan resmi dilantik. Namun, susunan kabinet kali ini menarik perhatian publik, karena dikabarkan akan menjadi kabinet “jumbo” dengan jumlah menteri yang jauh lebih banyak dibandingkan kabinet sebelumnya.
Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK), memberikan pandangannya mengenai hal ini. Dalam sebuah wawancara di Jakarta, Sabtu (19/10/2024), JK menyatakan bahwa kabinet yang disusun Prabowo-Gibran sangat mengagumkan. “Oh, keren-keren,” ujarnya singkat. JK terlihat optimis bahwa kabinet baru ini dapat membawa perubahan positif, meskipun jumlah kementeriannya membengkak.
Kabinet yang akan dibentuk Prabowo-Gibran dikabarkan terdiri dari 46 kementerian, yang merupakan hasil dari peleburan dan pemecahan kementerian-kementerian sebelumnya. Selain itu, terdapat 49 menteri dan 59 wakil menteri yang akan mendampingi mereka. Jumlah kementerian yang begitu besar tentu menjadi topik hangat di kalangan pengamat dan publik.
Hak Prerogatif Presiden atau Beban Negara?
Menurut Jusuf Kalla, penambahan jumlah kementerian adalah hak prerogatif presiden, dan keputusan ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. “Ya itu hak prerogatif presiden. Apalagi undang-undang yang baru sudah merubah batasan 34 kementerian,” jelas JK. Pernyataan ini mengacu pada undang-undang terbaru yang memberikan kebebasan kepada presiden untuk menentukan jumlah kementerian sesuai kebutuhan pemerintahannya.
JK juga menambahkan bahwa komposisi kabinet ini disusun berdasarkan kebutuhan program kerja yang telah dirancang oleh Prabowo-Gibran. “Jadi, itu tergantung pada kebutuhan dan apa yang disampaikan oleh Bapak Presiden,” tambahnya. Mantan Wakil Presiden dua periode itu berharap bahwa menteri dan wakil menteri yang dipilih mampu bekerja maksimal serta dapat menjaga koordinasi dengan baik, mengingat jumlah kementerian yang jauh lebih banyak daripada sebelumnya.
Gambar Istimewa : asset-2.tstatic.net
Namun, meskipun JK optimis, pandangan serupa tidak sepenuhnya dibagikan oleh semua pihak. Banyak yang mengkhawatirkan bahwa kabinet besar ini justru akan menjadi beban bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Pandangan Kritis Rocky Gerung: Kabinet Aneh dan Potensi Inefisiensi
Rocky Gerung, seorang pengamat politik yang sering melontarkan kritik tajam, memberikan pandangan berbeda. Menurutnya, kabinet jumbo yang akan dibentuk oleh Prabowo-Gibran terasa aneh dan bahkan berpotensi mengulang kesalahan masa lalu. “Ini seperti ingin mengulang kesalahan yang sudah pernah terjadi,” ujar Rocky.
Salah satu kekhawatiran terbesar Rocky adalah terkait koordinasi antar kementerian. Menurutnya, dengan jumlah menteri yang terlalu banyak, koordinasi akan sulit dilakukan, dan potensi inefisiensi akan semakin tinggi. “Koordinasi akan sangat sulit. Ini bisa memunculkan masalah inefisiensi di tingkat pemerintahan,” jelasnya. Rocky juga menyoroti bahwa kabinet besar sering kali menghadapi tantangan dalam hal pengambilan keputusan yang cepat dan tepat.
Tak hanya itu, Rocky juga mempertanyakan kredibilitas para calon menteri yang akan dipilih Prabowo. Menurutnya, masyarakat perlu lebih kritis dalam menilai track record para calon menteri. “Kita harus melihat rekam jejak mereka. Apakah mereka memang layak memegang posisi penting dalam pemerintahan? Ini harus menjadi perhatian,” tambahnya.
Pandangan Rocky ini mencerminkan kekhawatiran sebagian kalangan yang menilai kabinet jumbo bisa menjadi tantangan besar bagi pemerintahan yang baru. Dengan jumlah kementerian yang bertambah, potensi terjadinya friksi antar kementerian dan lambatnya proses pengambilan keputusan bisa semakin besar.
Apakah Kabinet Jumbo Ini Solusi atau Beban?
Pertanyaan yang kini muncul di benak masyarakat adalah: Apakah kabinet jumbo ini akan menjadi solusi untuk memperbaiki pemerintahan, atau malah menambah masalah baru? Di satu sisi, penambahan jumlah kementerian bisa menjadi solusi untuk menangani berbagai tantangan yang semakin kompleks, terutama dalam bidang-bidang strategis seperti ekonomi, teknologi, dan pembangunan infrastruktur. Namun, di sisi lain, kabinet yang terlalu besar bisa menjadi beban birokrasi yang memperlambat efektivitas pemerintahan.
Publik tentu berharap bahwa kabinet yang dibentuk oleh Prabowo-Gibran dapat bekerja secara efektif dan efisien, meskipun dengan jumlah menteri dan wakil menteri yang lebih banyak. Harapan besar tertuju pada kemampuan Prabowo dan Gibran untuk memimpin dan mengoordinasikan pemerintahan dengan baik, sehingga mereka dapat memenuhi janji-janji kampanye dan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Dengan berbagai tantangan yang ada, kabinet ini akan diuji dalam hal kapasitas, integritas, dan kinerjanya. Waktu akan menjadi penentu apakah keputusan untuk membentuk kabinet jumbo ini benar-benar merupakan langkah yang tepat atau justru menciptakan masalah baru bagi Indonesia. Yang pasti, masyarakat akan menunggu gebrakan apa yang akan dilakukan oleh kabinet baru ini dalam 100 hari pertama pemerintahan mereka.