TransparanNews, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan mengejutkan terkait aliran dana sebesar Rp 30 triliun ke luar negeri yang diduga berkaitan dengan judi online. Dana tersebut, menurut PPATK, ditransfer melalui instrumen kripto atau aset digital sepanjang tahun 2024. Hal ini menjadi sorotan tajam, terutama karena besarnya angka yang melibatkan teknologi finansial modern seperti cryptocurrency.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan penelusuran terhadap transaksi mencurigakan tersebut. Dalam pernyataannya pada Jumat (7/2/2025), Ivan menyebutkan bahwa temuan ini telah dikoordinasikan dengan aparat penegak hukum (APH) seperti Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk ditindaklanjuti.
“Temuan kami untuk judi online saja hampir menyentuh Rp 30 triliun pada 2024, dilarikan ke luar negeri melalui instrumen kripto,” ungkap Ivan.
Ivan memastikan bahwa koordinasi dengan aparat penegak hukum dilakukan secara intensif dengan pendekatan kasus per kasus. Langkah ini diharapkan mampu mengungkap lebih jauh modus operandi yang digunakan dalam pengalihan dana ke luar negeri.
Kerugian Negara Akibat Aliran Dana Kripto
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menemukan indikasi adanya aliran dana ilegal yang melibatkan ekosistem kripto. Dana ini tidak hanya mengalir ke luar negeri, tetapi juga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1,3 triliun. Hal ini disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung RI, Asep Nana Mulyana, pada Rabu (5/2/2025).
Menurut Asep, pelaku kejahatan investasi berbasis kripto semakin canggih dengan memanfaatkan berbagai perangkat digital. Beberapa metode yang digunakan, seperti mixer dan tumbler, mampu menghapus jejak transaksi dan memindahkan aset antar-blockchain tanpa terdeteksi. Metode ini memungkinkan pelaku untuk mengelabui sistem pelacakan keuangan yang ada.
“Tidak cukup apabila kita hanya bertumpu pada metode konvensional untuk menyelesaikan perkara ini,” tegas Asep.
Ia menambahkan bahwa aparat hukum perlu meningkatkan kompetensi teknis dan memahami mekanisme transaksi digital untuk mendeteksi dan mengungkap aliran dana ilegal, khususnya yang menggunakan instrumen kripto. Tanpa langkah adaptasi terhadap teknologi ini, penanganan kasus serupa akan semakin sulit dilakukan.
Indonesia di Peringkat Ketiga Global dalam Transaksi Kripto
Di sisi lain, Asep mengungkap bahwa Indonesia saat ini berada di peringkat ketiga global dalam transaksi kripto, dengan nilai mencapai USD 157,1 miliar. Data ini berdasarkan laporan Indeks Adopsi Kripto Global 2024. Meski perkembangan ini menunjukkan tingginya adopsi teknologi digital oleh masyarakat, dampaknya tidak sepenuhnya positif.
Asep menjelaskan bahwa pesatnya pertumbuhan transaksi kripto membawa dua dampak besar. Pertama, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap inovasi digital. Namun, di sisi lain, risiko penyalahgunaan teknologi juga semakin tinggi, seperti yang terlihat pada kasus aliran dana ilegal ini.
“Perkembangan ini mengakibatkan dua dampak, yakni peningkatan kesadaran masyarakat terkait inovasi digital, tetapi juga menimbulkan risiko penyalahgunaan teknologi,” tandas Asep.
Temuan PPATK dan Kejaksaan Agung terkait aliran dana kripto yang mencapai puluhan triliun rupiah ke luar negeri menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi Indonesia dalam era digitalisasi. Di satu sisi, perkembangan teknologi seperti cryptocurrency memberikan peluang besar bagi inovasi finansial. Namun, di sisi lain, teknologi ini juga membuka celah bagi kejahatan finansial yang sulit dilacak. Untuk itu, diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk mengatasi ancaman ini. Peningkatan kompetensi teknis dan pemahaman terhadap ekosistem digital harus menjadi prioritas guna melindungi kepentingan negara dan masyarakat.