TransparanNews, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, kembali menjadi sorotan setelah melaporkan dugaan pelanggaran penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB) pagar laut di Banten kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam laporan tersebut, Boyamin menuding terdapat prosedur yang tidak sesuai dan dugaan pemalsuan dokumen terkait kepemilikan lahan.
Gambar Istimewa : kompas.com
Dugaan Pemalsuan Catatan Dokumen Tanah
Boyamin mengungkapkan dasar laporan ini adalah pernyataan dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. Menurut Nusron, penerbitan SHM dan HGB tersebut mengandung cacat formal bahkan material.
“Ada dugaan pemalsuan di beberapa dokumen penting, seperti letter C, letter D, warkah, dan data tanah lainnya,” ujar Boyamin di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (24/1/2025).
Boyamin menegaskan bahwa garis yang dipagari di lokasi tersebut tidak sepenuhnya merupakan daratan. Ia menilai tidak ada perubahan signifikan terhadap garis pantai maupun perluasan daratan dalam beberapa tahun terakhir.
Pelanggaran Hukum yang Ditengarai
Lebih lanjut, Boyamin menduga penerbitan dokumen ini melanggar Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda antara Rp 50 juta hingga Rp 250 juta bagi pelaku.
“Ini bukan pelanggaran kecil. Dugaan pelanggaran ini berpotensi menyebabkan kerugian besar bagi negara,” tambahnya. Dalam laporannya, Boyamin juga menyebut beberapa nama yang ia duga terlibat, meskipun detailnya belum dipublikasikan.
Reaksi DPR dan Dugaan Reklamasi
Kasus ini juga menarik perhatian anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan dari Fraksi PKB. Ia meminta pemerintah segera mengungkap siapa dalang di balik pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang direncanakan menjadi daratan seluas 3.000 hektar jika reklamasi berhasil.
“Jika diperjualbelikan, potensi kerugian negara mencapai Rp 300 triliun dengan harga minimal Rp 10 juta per meter persegi,” ujar Daniel. Ia juga mendesak agar pemerintah memastikan penegakan hukum berjalan dengan tegas untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap negara hukum.
Pembongkaran Pagar Laut dan Upaya Penegakan Hukum
Hingga saat ini, pembongkaran pagar laut terus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TNI AL, Polri, dan instansi terkait lainnya. Sebanyak 1.210 nelayan turut membantu pembongkaran menggunakan 223 kapal, dengan total panjang pagar yang telah dibongkar mencapai 5 kilometer.
Daniel menyoroti pentingnya koordinasi antarinstansi untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. “Jika kasus ini terjadi di dekat Jakarta, bagaimana kita bisa yakin bahwa pengawasan di wilayah lain berjalan efektif?” tuturnya.
Kasus dugaan pelanggaran hukum dalam penerbitan SHM dan HGB pagar laut ini menjadi ujian besar bagi pemerintah dan penegak hukum dalam menunjukkan komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Dengan potensi kerugian negara yang sangat besar, pengungkapan dalang utama menjadi langkah krusial untuk menyelesaikan kasus ini sekaligus mencegah praktik serupa di masa mendatang. Semua mata kini tertuju pada KPK dan langkah selanjutnya yang akan mereka ambil.