TransparanNews, DKI Jakarta – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menegaskan masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat terkait wacana libur sekolah selama Bulan Ramadan yang belakangan menjadi perbincangan publik.
Gambar Istimewa : kompas.com
“Untuk libur Ramadan masih menunggu kebijakan dari pusat,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sarjoko, saat dihubungi pada Jumat (10/1/2025). Pernyataan ini disampaikan merespons berbagai spekulasi terkait kemungkinan penerapan kebijakan tersebut.
Awal Mula Wacana Libur Ramadan
Wacana libur sekolah selama Bulan Ramadan pertama kali diungkapkan oleh Wakil Menteri Agama, Romo HR Muhammad Syafi’i. Menurutnya, ada diskusi internal mengenai kemungkinan meliburkan siswa selama bulan suci tersebut. Namun, ia menegaskan belum ada pembahasan mendalam yang menghasilkan keputusan final.
Senada dengan itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut bahwa gagasan ini masih dalam tahap kajian. “Kami sedang mengevaluasi dampaknya, baik dari segi pendidikan maupun sosial. Masukan dari berbagai pihak akan menjadi pertimbangan penting,” ujarnya.
Kilas Balik: Kebijakan Era Gus Dur
Diskusi terkait libur sekolah saat Ramadan sebenarnya bukan hal baru. Kebijakan serupa pernah diterapkan pada tahun 1999 di masa kepemimpinan Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur.
Kala itu, Gus Dur mendorong agar siswa lebih fokus mendalami ilmu agama dan menjalankan ibadah selama bulan suci. Selain meliburkan sekolah, ia juga mengimbau diadakannya program pesantren kilat di lingkungan sekolah sebagai alternatif pembelajaran yang mendukung nilai-nilai spiritual.
Namun, kebijakan tersebut tidak dilanjutkan oleh pemerintahan setelahnya, dengan alasan perlu menjaga konsistensi kalender akademik nasional.
Pro dan Kontra di Masyarakat
Di tengah mencuatnya wacana ini, masyarakat terbelah dalam menyikapi kemungkinan libur sekolah saat Ramadan. Sebagian pihak mendukung karena dianggap bisa memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih mendekatkan diri pada agama.
“Saya setuju jika libur Ramadan diterapkan lagi. Anak-anak bisa fokus belajar agama di rumah atau di masjid, tanpa terganggu jadwal sekolah,” ujar Nisa, seorang warga Jakarta Timur.
Namun, ada pula yang khawatir kebijakan ini justru mengganggu kelancaran kurikulum pendidikan. “Kalau libur panjang, bagaimana dengan target kurikulum? Bukankah pembelajaran bisa diatur tanpa harus meliburkan total?” kata Andi, seorang guru sekolah menengah di Jakarta Barat.
Menunggu Kepastian
Hingga kini, belum ada keputusan resmi terkait implementasi wacana ini. Pemerintah pusat masih mengkaji berbagai aspek sebelum memutuskan kebijakan yang ideal.
Pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menegaskan komitmennya untuk mengikuti arahan pusat. “Kami siap melaksanakan apapun keputusan dari pemerintah pusat demi kebaikan siswa dan keberlangsungan pendidikan,” tutup Sarjoko.
Dengan polemik ini, masyarakat diharapkan tetap tenang dan menunggu kepastian kebijakan dari pihak terkait. Bagaimanapun, Ramadan adalah momentum untuk memperkuat nilai-nilai spiritual sekaligus menjaga harmoni antara pendidikan dan agama.