TransparanNews, Jakarta – Rencana pengembalian Ujian Nasional (UN) sebagai syarat kelulusan kembali menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan para pemangku kebijakan. Topik ini terus memancing diskusi publik, terutama setelah beberapa tahun UN dihapuskan dan digantikan oleh Asesmen Nasional. Kini, kebijakan pendidikan yang sempat dihapuskan itu dibicarakan ulang, menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, turut menanggapi perdebatan ini. Menurut Mu’ti, perlu kehati-hatian dalam mempertimbangkan langkah ke depan terkait UN dan zonasi sekolah, mengingat kebijakan pendidikan tidak seharusnya berubah-ubah tanpa kajian mendalam.
“Soal Ujian Nasional, soal zonasi, dan isu lain yang masih menjadi perdebatan akan kami kaji secara teliti. Kami akan sangat berhati-hati,” ujar Abdul Mu’ti dalam keterangannya, seperti dikutip dari Kompas.com.
Pernyataan Mu’ti ini menandakan sikap yang sangat hati-hati dalam menyikapi kemungkinan kembalinya UN sebagai standar kelulusan. Kendati demikian, ia belum memberikan jawaban pasti mengenai kebijakan tersebut, karena berbagai aspek harus dipertimbangkan terlebih dahulu.
Latar Belakang Penghapusan Ujian Nasional
Penghapusan UN dilakukan di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Pada masanya, Nadiem menekankan pentingnya pembelajaran yang lebih berfokus pada pengembangan kemampuan siswa ketimbang sekadar mengejar nilai. Hal ini yang menjadi dasar penggantian UN dengan Asesmen Nasional, yang dirancang untuk menilai mutu pendidikan di seluruh Indonesia.
Asesmen Nasional bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar melalui penilaian kompetensi dasar seperti literasi, numerasi, serta karakter siswa. Dengan pendekatan ini, diharapkan terjadi peningkatan kualitas pendidikan secara menyeluruh tanpa mengesampingkan perkembangan mental dan psikologis siswa.
Namun, meski UN telah digantikan, wacana kembalinya UN kembali mencuat dan menarik perhatian masyarakat.
Respons DPR terhadap Wacana Pengembalian Ujian Nasional
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan pandangan bahwa isu ini perlu dibahas lebih lanjut oleh Komisi X. Menurut Hetifah, kebijakan pendidikan harus diambil secara hati-hati dan berdasar evaluasi yang matang, bukan hanya berdasarkan tren yang sedang berkembang di masyarakat.
Gambar Istimewa : sumbarprov.go.id
“Kebijakan yang baik sebaiknya dipertahankan, dan yang kurang harus disempurnakan. Jangan sampai kebijakan pendidikan terasa berubah setiap kali ada pergantian menteri,” ujar Hetifah Sjaifudian dari Fraksi Golkar.
Hetifah menilai pentingnya kestabilan kebijakan dalam dunia pendidikan. Menurutnya, kebijakan yang sering berganti dapat menimbulkan ketidakpastian bagi siswa, guru, dan orang tua. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk menyusun kebijakan pendidikan yang konsisten dan mampu bertahan lama.
Efisiensi Anggaran Setelah Pemisahan Kemendikbud Ristek
Seiring dengan perubahan kebijakan di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Kemendikbud Ristek kini mengalami pemisahan menjadi tiga kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta Kementerian Kebudayaan. Pemisahan ini diharapkan dapat mempercepat proses pengambilan keputusan dan mempermudah distribusi tugas dalam tiap bidang pendidikan.
Namun, pemisahan ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait efisiensi anggaran. Hetifah menyatakan bahwa dengan adanya tiga kementerian yang mengurus pendidikan, diperlukan perencanaan anggaran yang lebih cermat agar tidak terjadi pembengkakan biaya operasional. Harapannya, anggaran tidak habis hanya untuk membiayai keperluan operasional kementerian, tetapi juga tersalurkan untuk program-program yang langsung berdampak pada siswa.
“Kami berharap pemisahan kementerian ini tidak justru mengurangi alokasi anggaran untuk program-program yang langsung menyentuh masyarakat,” jelas Hetifah. Ia mengusulkan agar sebagian besar anggaran tetap diarahkan pada program prioritas, seperti pemberian makan bergizi gratis untuk siswa dan pembangunan fasilitas sekolah yang berkualitas.
Fokus pada Program Prioritas Pendidikan
Salah satu prioritas DPR untuk anggaran pendidikan tahun 2025 adalah mengalokasikan lebih banyak dana untuk program-program yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat. Hal ini termasuk program pemberian makanan bergizi gratis bagi siswa, khususnya di daerah terpencil, serta pembangunan sekolah unggulan yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan adanya program makan bergizi gratis, diharapkan angka gizi buruk pada siswa sekolah dasar dan menengah dapat menurun, sekaligus membantu meningkatkan konsentrasi belajar. Program ini dinilai sebagai salah satu langkah konkret dalam mendukung kesehatan dan kesejahteraan siswa di lingkungan sekolah.
Hetifah juga menyarankan agar pemerintah fokus pada pembangunan sekolah-sekolah unggulan yang dapat diakses oleh masyarakat luas, tanpa terkonsentrasi di kota besar saja. Menurutnya, akses terhadap pendidikan berkualitas harus menjadi hak semua anak di Indonesia.
“Pemerintah harus memastikan akses pendidikan berkualitas tersebar merata di seluruh Indonesia, bukan hanya di kota besar saja,” tambah Hetifah.
Menuju Kebijakan Pendidikan yang Lebih Stabil dan Berkelanjutan
Dengan beragam pandangan yang mengemuka, isu pengembalian Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan masih membutuhkan kajian yang mendalam. Harapan Hetifah agar kebijakan pendidikan lebih stabil mencerminkan keinginan untuk menciptakan sistem pendidikan yang tidak mudah terguncang oleh perubahan politik atau tren sesaat. Menurutnya, keberlanjutan kebijakan merupakan kunci agar sistem pendidikan di Indonesia dapat mencapai tujuannya dalam jangka panjang.
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, melalui pemisahan Kemendikbud Ristek, tampaknya berupaya untuk meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia. Namun, langkah ini tentu memerlukan pengawasan ketat dari berbagai pihak agar kebijakan yang diambil tetap berfokus pada kemajuan pendidikan nasional.
Dengan berbagai pro-kontra yang masih berlangsung, masyarakat berharap pemerintah dapat segera memberikan kepastian terkait arah kebijakan pendidikan, termasuk mengenai nasib Ujian Nasional. Keputusan ini akan berdampak besar tidak hanya pada siswa, tetapi juga pada kualitas pendidikan Indonesia ke depan.