TransparanNews, Pemerintah Indonesia tengah mengkaji rencana pembebasan bersyarat bagi para mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang saat ini menjalani hukuman. Termasuk di antaranya adalah dua eks pemimpin organisasi tersebut, Abu Rusydan dan Para Wijayanto. Keputusan ini memicu perhatian publik karena terkait dengan isu keamanan dan rekonsiliasi nasional.
Gambar Istimewa : promediateknologi.id
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyebutkan, pihaknya sedang mendata seluruh mantan anggota Jamaah Islamiyah, baik yang masih dalam proses hukum maupun yang sudah dipidana.
“Pemerintah belum memutuskan nasib mereka, termasuk Abu Rusydan dan Para Wijayanto,” ujar Yusril dalam keterangannya yang dilansir Antara pada Rabu, 25 Desember 2024.
Profil Abu Rusydan dan Para Wijayanto
Abu Rusydan, yang memiliki nama asli Mohammad Syamsuddin, pernah menjabat sebagai pemimpin sementara Jamaah Islamiyah setelah penangkapan Abu Bakar Ba’asyir pada awal 2000-an. Saat ini, Abu Rusydan menjalani hukuman penjara selama enam tahun dan telah menyelesaikan setengah masa pidananya.
Sementara itu, Para Wijayanto adalah Amir Jamaah Islamiyah hingga penangkapannya pada 2019. Ia dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara pada 2020 dan telah menjalani lebih dari separuh hukumannya.
Syarat Pembebasan Bersyarat
Menurut Yusril, pihaknya tengah mendalami apakah keduanya memenuhi syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat. Proses ini mensyaratkan bahwa narapidana harus:
- Menjalani dua per tiga masa pidana.
- Menunjukkan perilaku yang baik selama menjalani hukuman.
Selain itu, bagi anggota Jamaah Islamiyah yang putusannya telah inkrah, pemerintah membuka opsi lain berupa pengajuan grasi secara individu kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Sedangkan apakah mereka dapat diberikan amnesti atau tidak, juga masih dikaji. Keputusan akhirnya berada di tangan Presiden,” tambah Yusril.
Pembubaran Resmi Jamaah Islamiyah
Langkah pembebasan bersyarat ini datang setelah Jamaah Islamiyah secara resmi membubarkan organisasinya pada 21 Desember 2024. Deklarasi pembubaran dilakukan di Surakarta, Jawa Tengah, di hadapan ribuan eks anggota organisasi tersebut.
Dalam deklarasi itu, mereka menyatakan siap kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mematuhi hukum yang berlaku, dan berkomitmen menjauhkan diri dari paham-paham ekstrem.
Kontroversi dan Pertimbangan
Rencana ini mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Beberapa pihak mendukung langkah tersebut sebagai bagian dari upaya deradikalisasi, sedangkan lainnya khawatir akan potensi ancaman terhadap stabilitas keamanan nasional.
Pemerintah berkomitmen untuk memprioritaskan keamanan publik dalam mengambil keputusan ini. Langkah pembebasan bersyarat maupun pemberian amnesti harus melalui pertimbangan mendalam, termasuk masukan dari para ahli hukum, tokoh masyarakat, dan pihak keamanan.
Keputusan terkait pembebasan bersyarat bagi mantan anggota Jamaah Islamiyah seperti Abu Rusydan dan Para Wijayanto akan menjadi ujian bagi pemerintah dalam menjalankan kebijakan yang berimbang antara keamanan nasional dan rekonsiliasi sosial. Dengan proses kajian yang transparan dan akuntabel, masyarakat berharap keputusan yang diambil dapat membawa manfaat bagi bangsa dan negara.