TransparanNews, Negara-negara Arab dengan tegas menolak usulan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menyatakan bahwa AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi lebih dari dua juta warga Palestina ke tempat lain. Pernyataan ini disampaikan Trump dalam konferensi pers di Washington bersama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang langsung memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak di Timur Tengah.
Dalam konferensi tersebut, Trump mengklaim bahwa rencana ini merupakan bagian dari “pembangunan ulang luar biasa” yang bertujuan mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah”. Namun, bagi banyak pihak, usulan ini justru dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional.
Kecaman Keras dari Negara-Negara Arab
Trump pertama kali memicu kontroversi pekan lalu ketika ia mengusulkan agar warga Palestina di Gaza dipindahkan ke Yordania dan Mesir. Pernyataan ini langsung mendapat reaksi keras dari berbagai negara Arab, terutama Yordania dan Mesir, yang menolak keras gagasan tersebut.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dengan tegas menyatakan bahwa rakyat Palestina tidak akan menyerahkan hak-hak mereka yang telah diperjuangkan selama puluhan tahun. Abbas menegaskan bahwa perdamaian dan stabilitas di kawasan hanya dapat terwujud dengan pendirian negara Palestina yang merdeka.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi juga mengecam usulan Trump, dengan menyatakan bahwa segala bentuk pelanggaran terhadap hak-hak sah rakyat Palestina tidak dapat diterima. Saudi menegaskan kembali penolakannya terhadap kebijakan permukiman Israel, aneksasi tanah, dan upaya mengusir warga Palestina dari tanah mereka.
Raja Yordania, Abdullah II, juga memberikan peringatan keras terhadap bahaya pemindahan paksa warga Palestina, yang dinilainya dapat mengganggu keamanan dan stabilitas kawasan. Ia menegaskan bahwa solusi konflik Palestina-Israel tidak boleh mengorbankan hak-hak rakyat Palestina maupun keamanan negara-negara di sekitarnya.
Dampak Rencana Trump terhadap Kawasan
Rencana Trump tidak hanya mendapat kecaman dari negara-negara Arab, tetapi juga dikhawatirkan dapat memicu eskalasi ketegangan baru di Timur Tengah. Konflik antara Israel dan Palestina telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade, dan langkah-langkah sepihak seperti ini hanya akan memperburuk situasi.
Saat ini, gencatan senjata yang mulai berlaku sejak 19 Januari masih berlangsung, meskipun ketegangan tetap tinggi. Usul Trump, yang dinilai tidak mempertimbangkan hak-hak dasar rakyat Palestina, berpotensi merusak upaya diplomasi yang tengah dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencapai solusi damai.
Selain itu, masyarakat internasional juga mulai menyoroti kebijakan Trump yang dianggap tidak menghormati hukum internasional. Banyak analis politik menilai bahwa langkah ini lebih merupakan upaya untuk memperkuat hubungan AS dengan Israel, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap stabilitas regional.
Usulan Trump untuk mengambil alih Gaza dan merelokasi warganya mendapat penolakan keras dari negara-negara Arab dan komunitas internasional. Langkah ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional, serta berpotensi memperburuk konflik yang sudah berlangsung lama. Negara-negara Arab, termasuk Palestina, Yordania, dan Arab Saudi, telah menyatakan sikap tegas dalam mempertahankan hak-hak rakyat Palestina dan menolak segala bentuk intervensi yang dapat merusak stabilitas kawasan. Dalam jangka panjang, solusi yang adil dan berkelanjutan hanya dapat dicapai melalui dialog diplomatik dan penghormatan terhadap hak-hak Palestina sebagai bangsa yang berdaulat.