TransparanNews, Kurang tidur tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga berpotensi memengaruhi kesehatan kognitif, termasuk risiko terkena demensia. Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Sleep Advance menunjukkan hubungan antara gangguan tidur dan peningkatan risiko demensia, khususnya pada perempuan. Temuan ini menambah bukti bahwa kualitas tidur yang buruk bisa berdampak signifikan pada kesehatan otak di usia lanjut.
Apa Itu Apnea Tidur Obstruktif?
Salah satu gangguan tidur yang mendapat perhatian khusus dalam studi ini adalah apnea tidur obstruktif. Kondisi ini terjadi ketika pernapasan seseorang berhenti sementara selama tidur, menyebabkan tubuh bereaksi untuk memulai kembali pernapasan. Gangguan ini sering disertai dengan gejala seperti mendengkur, kelelahan, kantuk berlebihan di siang hari, hingga perubahan suasana hati.
Dalam jangka panjang, apnea tidur obstruktif dapat memengaruhi kesehatan kognitif seseorang, seperti yang diungkapkan oleh penelitian ini.
Studi Besar dengan Data 18.815 Orang
Penelitian yang melibatkan 18.815 orang dewasa berusia 50 tahun ke atas di Amerika Serikat ini menganalisis hubungan antara apnea tidur dan demensia. Selama 10 tahun masa tindak lanjut, para peserta yang awalnya bebas dari demensia dipantau untuk melihat apakah mereka mengalami gangguan tidur atau menunjukkan gejala kognitif yang menandai awal demensia.
Gambar Istimewa : rri.co.id
Hasilnya menunjukkan bahwa individu dengan apnea tidur obstruktif memiliki risiko demensia yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidur dengan normal. Temuan ini konsisten pada pria maupun perempuan, terutama pada kelompok usia 60 hingga 84 tahun.
Perempuan Lebih Rentan
Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah perbedaan risiko berdasarkan jenis kelamin. Pada usia 80 tahun, perempuan dengan apnea tidur obstruktif memiliki insiden demensia 4,7% lebih tinggi dibandingkan perempuan tanpa gangguan tersebut. Sementara itu, pria menunjukkan peningkatan risiko sebesar 2,5%.
Para peneliti percaya bahwa faktor hormonal berperan penting dalam perbedaan ini. Setelah menopause, kadar estrogen pada perempuan menurun drastis. Estrogen sendiri memiliki peran penting dalam melindungi kesehatan otak. Hal ini menjelaskan mengapa perempuan pasca-menopause lebih rentan terhadap gangguan kognitif, termasuk demensia.
Apnea Tidur: Faktor Risiko yang Sering Diabaikan
Menurut Dr. Tiffany J. Braley, penulis utama studi, apnea tidur obstruktif adalah faktor risiko demensia yang dapat dimodifikasi tetapi sering diabaikan. “Gangguan tidur ini bisa diobati, dan intervensi dini dapat membantu menurunkan risiko demensia di masa depan,” kata Braley.
Selain itu, para ahli juga menekankan pentingnya deteksi dini bagi individu dengan gangguan tidur. Dengan pemeriksaan yang tepat, potensi risiko demensia dapat diketahui lebih awal, sehingga langkah pencegahan bisa dilakukan.
Perlu Penelitian Lebih Lanjut
Meski temuan ini memberikan wawasan baru, masih banyak yang perlu diteliti. Galit Levi Dunietz, salah satu penulis studi, menyatakan bahwa penelitian epidemiologi lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana gangguan tidur pada perempuan memengaruhi kesehatan kognitif mereka. “Apnea tidur meningkat secara signifikan pasca-menopause, tetapi sering kali tidak terdiagnosis,” jelasnya.
Pentingnya Kualitas Tidur
Temuan ini mempertegas bahwa kualitas tidur memiliki peran krusial dalam menjaga kesehatan otak. Gangguan tidur seperti apnea tidur obstruktif tidak boleh dianggap remeh. Langkah-langkah seperti konsultasi medis, pemeriksaan rutin, dan terapi tidur bisa menjadi solusi untuk mengurangi risiko gangguan kognitif di masa mendatang.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya tidur yang berkualitas, diharapkan risiko penyakit seperti demensia dapat diminimalkan. Mulailah perhatikan pola tidur Anda dan jangan ragu untuk berkonsultasi jika mengalami gangguan tidur. Tidur yang cukup dan berkualitas adalah kunci kesehatan otak di usia tua.