TransparanNews, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menorehkan prestasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Setelah menjadi buron sejak tahun 2019, Paulus Tannos, mantan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra yang terlibat dalam kasus megakorupsi proyek e-KTP, berhasil ditangkap di Singapura.
Kabar penangkapan ini dikonfirmasi oleh Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, yang menyatakan bahwa Paulus saat ini sedang berada dalam tahanan di Singapura. Meski demikian, Fitroh belum memberikan rincian waktu pasti terkait penangkapan tersebut.
“Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan,” ujar Fitroh dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (24/1/2025).
Upaya Ekstradisi ke Indonesia
Untuk memulangkan Paulus Tannos, KPK kini tengah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya, termasuk Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM. Proses ekstradisi menjadi langkah prioritas untuk memastikan tersangka segera dibawa ke Indonesia guna menghadapi proses hukum.
“Kami sedang melengkapi seluruh persyaratan yang diperlukan agar Paulus dapat diekstradisi dan segera menjalani persidangan di tanah air,” tambah Fitroh.
Keterlibatan Paulus Tannos dalam Kasus Korupsi e-KTP
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus megakorupsi e-KTP bersama sejumlah nama lainnya, seperti Isnu Edhy Wijaya (mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara), Miryam S. Haryani (mantan anggota DPR RI), dan Husni Fahmi (Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP).
Proyek e-KTP yang seharusnya menjadi solusi digitalisasi identitas penduduk Indonesia justru menjadi ladang korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Peran Paulus Tannos dalam proyek ini melibatkan manipulasi proses pengadaan serta penggelembungan anggaran.
Kendala Dua Kewarganegaraan
Proses hukum terhadap Paulus sempat terhambat karena statusnya yang memiliki dua kewarganegaraan. Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, tersangka bahkan sempat mengganti nama dan paspornya menggunakan identitas dari negara Afrika Selatan.
“Kami pernah berhadap-hadapan langsung dengan yang bersangkutan di luar negeri, namun tidak dapat mengeksekusinya karena ia menggunakan identitas baru,” jelas Asep.
Langkah KPK untuk menangkap Paulus Tannos menunjukkan komitmen lembaga antirasuah ini dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan aktor-aktor penting.
Jerat Hukum untuk Paulus Tannos
Paulus Tannos dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ia juga dikenakan pasal tambahan yaitu Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dengan ancaman hukuman berat yang menantinya, penangkapan ini diharapkan dapat menjadi peringatan keras bagi pelaku korupsi lainnya.
KPK tetap mengimbau masyarakat untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan melaporkan dugaan tindak pidana serupa agar Indonesia bebas dari praktik korupsi yang merugikan negara dan rakyat.