Kontroversi Dua Menteri Baru: Yandri Susanto dan Yusril Ihza Mahendra

Jakarta – Baru beberapa hari menjabat, dua menteri di bawah Kabinet Merah Putih sudah menuai kontroversi. Yandri Susanto, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi,

Redaksi

Jakarta – Baru beberapa hari menjabat, dua menteri di bawah Kabinet Merah Putih sudah menuai kontroversi. Yandri Susanto, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, menjadi sorotan publik karena tindakan yang dinilai sebagai blunder. Yandri dikritik karena menggunakan surat resmi kementerian untuk kepentingan pribadi, sementara Yusril memicu polemik dengan pernyataannya tentang tragedi 1998.

Kontroversi Yandri Susanto: Surat Undangan Pribadi Menggunakan Kop Kementerian

Yandri Susanto menjadi bahan perbincangan setelah foto surat undangan haul ibunya menggunakan kop surat resmi Kementerian Desa beredar di media sosial. Surat tersebut tidak hanya menggunakan kop dan stempel kementerian, tetapi juga ditandatangani oleh Yandri sendiri. Hal ini memicu kritik karena dinilai tidak etis menggunakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi.

Kontroversi semakin panas karena muncul dugaan bahwa surat tersebut terkait dengan pencalonan istri Yandri dalam Pilkada Kabupaten Serang 2024. Warganet dan tokoh-tokoh publik ramai mengkritik tindakan ini, termasuk Bonnie Triyana, Kepala Badan Sejarah Indonesia dari PDIP, yang menyindir tindakan Yandri di media sosial.

Gambar Istimewa : dpmpd.landakkab.go.id

“Apakah surat ini ada kaitannya dengan pencalonan istri Pak Menteri sebagai Bupati Serang?” tulis Bonnie melalui akun X-nya, @bonnietriyana.

Untuk meredam situasi, Sekretaris Kabinet, Mayor Teddy Indra Wijaya, segera mengeluarkan imbauan kepada para menteri agar lebih berhati-hati dalam menggunakan surat resmi kementerian. Dalam pesannya yang disampaikan melalui grup WhatsApp para menteri Kabinet Merah Putih, Teddy menekankan bahwa surat dan stempel kementerian tidak boleh digunakan untuk keperluan pribadi, terutama di masa awal jabatan.

“Dalam masa awal jabatan harap berhati-hati dalam membuat surat atas nama/kop/stempel kementerian & tanda tangan menteri, terkait acara pribadi dan menghindari hal-hal yang berpotensi menjadi polemik di masyarakat,” demikian bunyi pesan yang disampaikan pada Rabu, 23 Oktober 2024.

Yusril Ihza Mahendra: Tragedi 1998 dan Isu Pelanggaran HAM Berat

Kontroversi berikutnya datang dari Yusril Ihza Mahendra. Dalam pernyataannya, Yusril menyebut tragedi 1998 bukan termasuk pelanggaran HAM berat, pernyataan yang langsung mendapat respons keras dari berbagai pihak. Salah satu yang mengkritik adalah mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.

Mahfud menegaskan bahwa hanya Komnas HAM yang berhak menentukan apakah sebuah peristiwa masuk kategori pelanggaran HAM berat. “Yang boleh mengatakan itu adalah Komnas HAM, bukan seorang menteri,” ujar Mahfud dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di kanal YouTube-nya, Rabu ini.

Mahfud juga menekankan bahwa pernyataan Yusril dapat memperkeruh situasi, terutama mengingat tragedi 1998 masih menjadi luka mendalam bagi masyarakat Indonesia. Tragedi tersebut menewaskan ratusan orang dan menyebabkan hilangnya banyak aktivis yang hingga kini nasibnya belum diketahui.

Natalius Pigai: Tambahan Anggaran dan Universitas Hak Asasi Manusia

Tidak hanya Yandri dan Yusril, Natalius Pigai, Menteri Hukum dan HAM yang baru dilantik, juga membuat kontroversi dengan permintaannya untuk menambah anggaran kementeriannya menjadi Rp 20 triliun. Pigai beralasan bahwa anggaran besar dibutuhkan untuk mendirikan Universitas Hak Asasi Manusia (Unham), salah satu obsesinya yang ia ungkapkan dalam berbagai kesempatan.

Namun, permintaan ini dinilai berlebihan oleh sejumlah pengamat, mengingat kondisi anggaran negara yang terbatas. Publik pun mempertanyakan prioritas dari permintaan tersebut, mengingat banyak isu mendesak lainnya yang perlu ditangani kementerian ini, seperti penegakan hukum dan perlindungan HAM.

Kesimpulan: Perhatian Publik terhadap Kinerja Menteri Baru

Blunder yang dilakukan oleh Yandri Susanto dan Yusril Ihza Mahendra dalam beberapa hari pertama masa jabatan mereka menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam bertindak, terutama ketika berada dalam sorotan publik. Penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi dan pernyataan kontroversial terkait isu sensitif seperti pelanggaran HAM, dapat memicu polemik yang berkepanjangan dan merusak citra pemerintah.

Sementara itu, Natalius Pigai dengan rencananya yang ambisius juga perlu mempertimbangkan tanggapan publik dan ketersediaan anggaran sebelum melontarkan ide-ide besar seperti pendirian Universitas Hak Asasi Manusia.

Masyarakat kini semakin kritis terhadap tindakan para pejabat negara, terutama di era digital di mana setiap langkah mereka mudah tersebar dan dianalisis oleh warganet. Oleh karena itu, para menteri diharapkan bisa bekerja lebih hati-hati dan fokus pada program-program yang membawa manfaat nyata bagi masyarakat luas.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Ikuti kami :

Tags

Related Post