TransparanNews, Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali melemah di awal pekan ini, terpengaruh oleh ketegangan yang memanas di Timur Tengah setelah terjadinya serangan Israel ke Iran. Pada Senin (28/10/2024), rupiah tercatat turun sebesar 72 poin atau sekitar 0,46%, mencapai posisi Rp15.719 per USD, dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di level Rp15.647 per USD.
Pelemahan rupiah ini menjadi sorotan, mengingat ketegangan antara Israel dan Iran berpotensi menyebabkan eskalasi konflik lebih lanjut di kawasan Timur Tengah. Lukman Leong, seorang analis mata uang, mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah diakibatkan oleh kekhawatiran pasar terhadap potensi perluasan konflik. Menurutnya, situasi ini berdampak pada peningkatan permintaan dolar AS, yang sering dianggap sebagai aset safe haven di saat krisis global.
“Rupiah diperkirakan akan terus melemah terhadap dolar AS yang sedang menguat,” ungkap Lukman. Ia memperkirakan bahwa dalam kondisi ini, rupiah kemungkinan bergerak di kisaran Rp15.600 hingga Rp15.700 per USD. Ketidakpastian di Timur Tengah ini, lanjutnya, membuat pelaku pasar global semakin waspada dan mendorong permintaan terhadap mata uang yang lebih stabil seperti dolar AS.
Dampak Ketegangan Timur Tengah Terhadap Rupiah
Situasi geopolitik yang tak menentu di kawasan Timur Tengah sering kali mempengaruhi perekonomian global, khususnya pasar keuangan. Ketegangan antara Israel dan Iran kali ini diyakini mampu mengguncang stabilitas di wilayah yang menjadi pusat produksi minyak dunia. Lonjakan harga minyak mentah yang disebabkan oleh potensi terganggunya pasokan energi dari Timur Tengah turut memperburuk pelemahan mata uang di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia.
Gambar Istimewa : foto.kontan.co.id
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS juga menjadi perhatian serius bagi Bank Indonesia (BI). Menurut Lukman, BI akan mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ancaman ketidakpastian global ini. Ia menyebut bahwa BI kemungkinan akan melakukan triple intervensi guna mendorong penguatan rupiah di pasar.
Rencana Intervensi Bank Indonesia
Dalam menghadapi kondisi fluktuasi nilai tukar yang disebabkan oleh faktor eksternal, Bank Indonesia memiliki mekanisme intervensi di beberapa sektor. Langkah triple intervensi ini mencakup intervensi di pasar sekuritas, valas, dan sukuk untuk menahan laju penurunan rupiah. Menurut perkiraan analis, langkah ini diharapkan dapat memberikan sentimen positif bagi rupiah dan mengurangi tekanan pasar terhadap mata uang domestik.
Lukman menambahkan bahwa langkah triple intervensi merupakan strategi BI dalam menjaga stabilitas moneter, terutama ketika faktor global seperti ketegangan geopolitik menyebabkan gangguan pada pasar mata uang. Dengan intervensi ini, diharapkan para pelaku pasar dapat melihat adanya dukungan kuat dari bank sentral yang bertujuan untuk menstabilkan rupiah di tengah sentimen negatif global.
Kebutuhan Kebijakan Domestik yang Lebih Kuat
Kondisi perekonomian domestik Indonesia saat ini memang cukup stabil, meskipun terpengaruh oleh ketegangan di Timur Tengah. Namun, ketidakpastian global yang terus meningkat membuat rupiah rentan terhadap fluktuasi. Karena itu, kebijakan moneter dan fiskal yang adaptif sangat diperlukan untuk memastikan stabilitas perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.
Menurut Lukman, faktor ekonomi domestik memang tidak terlalu berdampak pada pelemahan rupiah kali ini. Namun, dukungan dari BI dan kebijakan fiskal yang tepat dapat membantu mencegah penurunan yang lebih tajam. Situasi seperti ini menuntut peran aktif pemerintah dan BI untuk memastikan bahwa perekonomian Indonesia tetap dalam kondisi yang stabil, meskipun ada ketidakpastian di luar negeri.
Peran Pasar Sekuritas dan Sukuk dalam Stabilitas Rupiah
Dalam triple intervensi, BI tidak hanya mengintervensi pasar valuta asing, tetapi juga pasar surat berharga, termasuk sekurtas valas dan sukuk. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi volatilitas nilai tukar dan mendorong stabilitas di pasar uang. Pasar sekuritas valas dan sukuk memainkan peran penting dalam menjaga likuiditas dan menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Selain itu, intervensi di pasar sukuk diharapkan dapat menarik minat para investor yang ingin berinvestasi di instrumen berbasis syariah. Dengan melakukan intervensi ini, Bank Indonesia berupaya menarik dana dari pasar global ke dalam negeri, sekaligus mempertahankan cadangan devisa yang memadai untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.
Respons Pasar dan Prediksi Ke Depan
Meskipun pelemahan rupiah masih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik, langkah-langkah Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas moneter diharapkan akan memberi dampak positif bagi pasar keuangan domestik. Menurut para analis, penguatan rupiah mungkin masih sulit dicapai dalam waktu dekat, terutama jika situasi di Timur Tengah semakin memanas.
Di sisi lain, para pelaku pasar juga akan terus memantau perkembangan kebijakan moneter dari Federal Reserve AS, yang turut mempengaruhi nilai tukar dolar AS. Kebijakan suku bunga Fed yang ketat akan memperbesar tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Namun, Bank Indonesia diproyeksikan akan terus melakukan berbagai intervensi agar nilai tukar rupiah tetap stabil dan tidak mengalami penurunan yang signifikan.
Kesimpulan: Tantangan Rupiah di Tengah Ketidakpastian Global
Situasi ketegangan antara Israel dan Iran kembali mengingatkan dunia akan besarnya dampak konflik geopolitik terhadap perekonomian global. Bagi Indonesia, ketidakpastian ini berdampak langsung pada nilai tukar rupiah yang mengalami pelemahan. Dengan langkah-langkah intervensi yang direncanakan, Bank Indonesia berharap dapat menjaga kestabilan rupiah dan melindungi perekonomian nasional dari dampak negatif krisis global.
Upaya BI dalam melakukan triple intervensi di berbagai sektor menjadi salah satu solusi untuk menahan laju pelemahan rupiah dan menstabilkan perekonomian domestik. Kebijakan moneter yang responsif, dukungan dari pasar sekuritas, serta optimisme dari para pelaku pasar diharapkan akan mampu menguatkan kembali nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu ke depan.