Kejati DKI Ungkap Modus Korupsi Disbud Jakarta Lewat Acara Fiktif

TransparanNews, Jakarta — Kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta kembali mencuat setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mengungkap modus operandi berupa kegiatan

Redaksi

TransparanNews, Jakarta — Kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta kembali mencuat setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mengungkap modus operandi berupa kegiatan fiktif yang melibatkan stempel palsu. Modus ini melibatkan tiga tersangka, yaitu Kepala Disbud DKI Iwan Henry Wardhana (IHW), Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud DKI Mohamad Fairza Maulana (MFM), dan pemilik Event Organizer (EO) Gatot Arif Rahmadi (GAR).

Kepala Kejati DKI, Patris Yusrian Jaya, memaparkan bahwa Iwan dan Fairza bekerja sama dengan Gatot untuk mengatur kegiatan-kegiatan di lingkungan Disbud DKI. Namun, EO milik Gatot, GR-Pro, ternyata bersifat fiktif dan tidak terdaftar dalam sistem e-Catalog.

Gambar Istimewa : tvonenews.com

“GR-Pro ini sebenarnya tidak memiliki legalitas yang sah. Mereka menciptakan perusahaan-perusahaan fiktif serta vendor-vendor palsu untuk melaksanakan kegiatan di Pemprov DKI,” ungkap Patris pada konferensi pers, Kamis (2/12/2024).

Modus Operandi: Kegiatan Fiktif

Menurut Patris, tidak semua kegiatan yang tercatat benar-benar dilaksanakan. Beberapa di antaranya ditemukan sebagai kegiatan fiktif, yang dibuat untuk mencairkan anggaran dari APBD. Untuk merealisasikan hal ini, Iwan dan Fairza menggunakan stempel palsu serta meminjam nama perusahaan tertentu dengan imbalan sebesar 2,5 persen dari nilai proyek.

“Perusahaan yang dipinjam namanya ini sebenarnya tidak pernah melaksanakan kegiatan yang tertera dalam Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Dinas Kebudayaan,” tambah Patris.

Salah satu contoh kegiatan fiktif tersebut adalah sebuah pagelaran seni yang dianggarkan sebesar Rp15 miliar. Dalam pelaksanaannya, kegiatan tersebut dimanipulasi dengan mendatangkan beberapa orang, memberikan mereka seragam, dan memotret mereka di atas panggung. Foto-foto ini kemudian diberi judul seolah-olah merupakan dokumentasi acara tari tertentu. Faktanya, acara tari tersebut tidak pernah terjadi.

“Semua laporan pertanggungjawaban sudah dilengkapi dengan stempel palsu yang seolah-olah berasal dari pengelola,” jelas Patris lebih lanjut.

Kerugian Negara

Praktik manipulasi ini tidak hanya merusak kredibilitas institusi, tetapi juga mengakibatkan kerugian negara yang signifikan. Hingga kini, penyidik masih melakukan pendalaman terkait jumlah total kerugian yang disebabkan oleh tindakan para tersangka. Proses hukum pun dipastikan terus berjalan hingga para pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kejati DKI Jakarta menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini. Pihaknya berharap, langkah hukum ini dapat menjadi peringatan bagi pihak lain agar tidak menyalahgunakan dana publik.

Respons Masyarakat

Kasus ini mendapatkan perhatian luas dari masyarakat. Banyak pihak mengecam tindakan para tersangka yang dianggap mencederai kepercayaan publik. Beberapa pengamat mengingatkan pentingnya pengawasan ketat terhadap penggunaan anggaran pemerintah untuk mencegah praktik serupa terjadi di masa mendatang.

“Korupsi semacam ini mencerminkan lemahnya kontrol internal di tubuh pemerintah. Diperlukan reformasi sistemik agar dana publik benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat,” kata seorang aktivis antikorupsi.

Dengan pengungkapan kasus ini, diharapkan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dapat melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem dan prosedur kerja mereka. Upaya ini penting untuk memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Ikuti kami :

Tags

Related Post