Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan langkah strategis ini saat menghadiri acara Apresiasi Warisan Budaya Indonesia (AWBI) 2024 di Jakarta, Sabtu (16/11) malam. “Upaya pelestarian budaya kita terus ditingkatkan melalui langkah konkret, salah satunya dengan mengajukan warisan budaya kepada UNESCO pada Desember 2024,” ujarnya.
Komitmen Melalui Regulasi Kebudayaan
Selain pengajuan kepada UNESCO, Fadli Zon juga menyoroti pentingnya landasan hukum yang kuat dalam memajukan kebudayaan Indonesia. Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang menjadi pijakan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan budaya bangsa.
Gambar Istimewa : hypeabis.id
Undang-undang ini bertujuan memperteguh jati diri bangsa, menjaga keberagaman budaya, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional. Fadli juga menyebutkan keberadaan UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang menjadi dasar dalam memastikan perlindungan dan pelestarian cagar budaya secara berkelanjutan.
“Melalui aturan tersebut, pemerintah berkomitmen untuk memastikan pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya secara berkelanjutan. Cagar budaya ini memiliki nilai penting bagi identitas nasional, pendidikan, dan kebudayaan,” jelas Fadli Zon.
Warisan Budaya yang Diajukan
Ketiga warisan budaya yang diajukan mencerminkan keberagaman budaya Indonesia dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya:
- Reog Ponorogo
Seni tradisional khas Ponorogo ini dikenal karena pertunjukannya yang megah, melibatkan topeng besar, tarian, dan musik gamelan. Reog Ponorogo tidak hanya merupakan hiburan, tetapi juga simbol keberanian, perjuangan, dan keindahan budaya Jawa Timur. - Kolintang
Alat musik tradisional dari Sulawesi Utara ini terbuat dari kayu lokal yang menghasilkan nada harmonis. Kolintang menjadi simbol kreativitas masyarakat Sulawesi dan sering dimainkan dalam acara adat maupun pertunjukan seni internasional. - Kebaya
Pakaian tradisional wanita Indonesia ini merupakan simbol keanggunan dan identitas budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Kebaya digunakan di berbagai acara formal maupun tradisional, menunjukkan keberagaman corak dan desain dari berbagai daerah di Nusantara.
Keterlibatan Masyarakat sebagai Kunci Pelestarian
Fadli Zon menegaskan bahwa upaya pelestarian budaya tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Dibutuhkan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, akademisi, pelaku seni, dan generasi muda.
“Keberhasilan kita menjaga warisan budaya akan sangat bergantung pada keterlibatan semua elemen masyarakat,” tambahnya. Dengan keterlibatan ini, warisan budaya tidak hanya dilestarikan, tetapi juga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk menciptakan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Manfaat Pengakuan UNESCO
Pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dunia memiliki dampak besar bagi Indonesia. Selain meningkatkan kebanggaan nasional, pengakuan ini dapat mendorong pariwisata budaya yang berkelanjutan, membuka peluang kerja sama internasional, dan memperkuat posisi Indonesia di kancah global.
Dengan pengajuan ini, Indonesia berharap dapat lebih memperkenalkan kekayaan budaya Nusantara ke dunia. “Budaya adalah identitas kita. Melalui pelestarian dan pengembangan budaya, kita dapat menunjukkan kepada dunia betapa kaya dan beragamnya Indonesia,” pungkas Fadli Zon.
Pengajuan Reog Ponorogo, Kolintang, dan Kebaya ke UNESCO merupakan langkah penting dalam menjaga eksistensi budaya Indonesia di tengah arus globalisasi. Didukung oleh regulasi yang kuat dan keterlibatan seluruh elemen masyarakat, Indonesia siap memperjuangkan warisan budayanya untuk diakui di panggung dunia. Langkah ini menjadi bukti nyata komitmen Indonesia dalam melestarikan dan memajukan budaya sebagai identitas bangsa.