TransparanNews, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI merespons usulan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru yang terpisah dari UU Cipta Kerja. Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menyatakan bahwa pihaknya akan mempelajari usulan tersebut dengan seksama, mengingat proses legislasi memerlukan persetujuan bersama antara DPR dan pemerintah.
“Kita di DPR tentu akan mengkaji usulan ini dengan cermat, bersama pemerintah,” ujar Adies kepada media di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada Jumat (1/11/2024). Ia menegaskan bahwa langkah ini tak hanya melibatkan DPR, tetapi juga kerja sama intensif dengan pemerintah sebagai mitra dalam pembentukan kebijakan publik. Adies juga menyebutkan perlunya diskusi yang matang sebelum memutuskan arah pembentukan UU Ketenagakerjaan baru.
MK Minta UU Ketenagakerjaan Baru Diterbitkan dalam Dua Tahun
Usulan MK mengenai pembentukan UU Ketenagakerjaan muncul dengan harapan bahwa ketentuan mengenai ketenagakerjaan dapat dipisahkan dari UU Cipta Kerja, yang dinilai menggabungkan banyak aspek dalam satu undang-undang. MK meminta agar penyusunan UU yang baru ini dapat diselesaikan dalam jangka waktu dua tahun, memberikan waktu yang cukup untuk menyusun aturan yang lebih detail dan terfokus pada hak-hak pekerja dan dunia ketenagakerjaan.
Gambar Istimewa : era.id
“MK berharap agar UU Ketenagakerjaan baru dapat disusun secara independen dalam waktu dua tahun, demi melindungi hak-hak pekerja secara lebih komprehensif,” terang Adies. Menanggapi permintaan ini, ia menyatakan bahwa DPR siap menjalankan amanah tersebut, namun prosesnya tetap perlu memperhatikan berbagai konteks dan aspek penting lainnya.
Kesiapan DPR Menjalankan Legislasi Baru
Menurut Adies, DPR siap melaksanakan pembahasan UU baru dengan berbagai kemungkinan jadwal yang ditentukan, namun konteks politik dan keselarasan dengan program pemerintahan menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan arah kebijakan tersebut. “DPR selalu siap untuk menyusun undang-undang kapan saja diperlukan, baik dalam jangka waktu dua tahun, setahun, atau bahkan enam bulan,” jelasnya.
Namun, Adies juga menggarisbawahi pentingnya memahami konteks pembentukan UU Ketenagakerjaan yang diusulkan, khususnya dalam kaitannya dengan program pemerintahan yang saat ini berada di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Menurutnya, kebijakan baru ini harus diselaraskan dengan visi pemerintah saat ini agar proses legislasi berjalan lancar dan tidak menimbulkan konflik kepentingan.
“Kita juga harus mempertimbangkan apakah undang-undang yang baru ini sejalan atau tidak dengan visi dan program pemerintahan baru di bawah Pak Prabowo,” tambah Adies. Ia menyatakan bahwa DPR tak hanya bertugas menghasilkan undang-undang, tetapi juga memastikan kebijakan yang dibuat bisa diimplementasikan secara efektif dalam pemerintahan.
Menggali Perspektif untuk UU Ketenagakerjaan yang Lebih Berkeadilan
Sebagai tindak lanjut dari usulan MK, DPR dan pemerintah diharapkan akan melakukan serangkaian kajian akademis dan diskusi mendalam guna merumuskan UU Ketenagakerjaan yang lebih adil dan inklusif. Adies menyampaikan bahwa proses ini juga akan melibatkan masukan dari pakar ketenagakerjaan serta pihak-pihak terkait agar kebijakan yang disusun dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, termasuk buruh, pengusaha, dan pemerintah.
Menurut Adies, tujuan utama dari pembentukan UU ini adalah untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja serta menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan adanya peraturan yang lebih terfokus, diharapkan bahwa dunia ketenagakerjaan di Indonesia dapat berkembang sesuai dengan standar internasional, tetapi tetap memperhatikan nilai-nilai lokal dan kepentingan nasional.
Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Melalui Kebijakan Ketenagakerjaan yang Tepat
Adies menambahkan bahwa DPR siap mendukung usulan MK ini sebagai langkah untuk meningkatkan perlindungan pekerja di Indonesia. Kebijakan yang diusulkan juga diharapkan mampu berkontribusi pada penciptaan iklim usaha yang kondusif, terutama di sektor tenaga kerja. “DPR siap mendukung kebijakan yang bisa menguntungkan tenaga kerja dan industri di Indonesia, namun dengan proses kajian yang menyeluruh agar semua aspek terpenuhi,” imbuhnya.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi dunia kerja saat ini, kebijakan ketenagakerjaan yang baru diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang solid untuk melindungi pekerja, serta memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk berkembang. Pembentukan UU Ketenagakerjaan yang terpisah dari UU Cipta Kerja diharapkan akan membawa dampak positif, baik dari segi hukum, sosial, maupun ekonomi.