TransparanNews, Beijing – Pemerintah China merespons pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengusulkan pengurangan anggaran pertahanan serta jumlah senjata nuklir yang dimiliki oleh AS, Rusia, dan China. Dalam konferensi pers di Beijing, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menegaskan bahwa negaranya tetap berpegang pada kebijakan “tidak menggunakan senjata nuklir lebih dahulu” dan menerapkan strategi pertahanan diri.
Gambar Istimewa: suarasurabaya.net
“China selalu menjaga kekuatan nuklirnya pada tingkat minimum yang diperlukan demi keamanan nasional dan tidak pernah terlibat dalam perlombaan senjata dengan negara mana pun,” ujar Guo Jiakun pada Jumat (14/2).
Sebelumnya, Trump menyampaikan keinginannya untuk menghidupkan kembali perundingan pengendalian senjata nuklir dengan Rusia dan China. Ia berharap ketiga negara tersebut dapat mencapai kesepakatan guna memangkas anggaran pertahanan mereka hingga separuhnya. Trump juga mengkritisi besarnya anggaran yang dikeluarkan oleh AS dalam membangun kembali kekuatan nuklirnya.
China Dukung Rezim Pengendalian Senjata Multilateral
Menanggapi hal itu, Guo Jiakun menegaskan bahwa China siap berkolaborasi dengan negara lain untuk mendukung rezim pengendalian senjata multilateral di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Menurutnya, pelucutan senjata nuklir harus dilakukan berdasarkan prinsip stabilitas strategis global tanpa mengurangi keamanan negara-negara terkait.
“Sebagai negara dengan persenjataan nuklir terbesar di dunia, AS dan Rusia memiliki tanggung jawab utama dalam proses pelucutan senjata ini. Mereka harus melakukan pengurangan secara drastis dan substantif sebelum mengajak negara lain bergabung,” jelasnya.
Data menunjukkan bahwa AS dan Rusia menguasai lebih dari 90 persen senjata nuklir dunia. Oleh karena itu, menurut China, kedua negara tersebut harus lebih dulu mengambil langkah konkret dalam pengurangan jumlah persenjataan mereka sebelum membebankan tanggung jawab yang sama kepada negara lain.
Anggaran Pertahanan AS dan China dalam Sorotan
Guo Jiakun juga menyoroti perbedaan besar dalam pengeluaran pertahanan antara AS dan China. “Anggaran pertahanan AS pada tahun 2024 mencapai 40 persen dari total belanja militer global, menjadikannya yang tertinggi di dunia,” ungkapnya. Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional AS untuk tahun 2025 bahkan meningkatkan anggaran militer hingga 895 miliar dolar AS.
Sebaliknya, China mengklaim bahwa anggaran militernya relatif kecil dibandingkan dengan skala ekonominya. “Pengeluaran pertahanan nasional China lebih rendah dibandingkan banyak negara besar lainnya. Kami berkomitmen untuk pembangunan yang damai dan menerapkan kebijakan pertahanan yang bersifat defensif,” tambahnya.
Lebih lanjut, Guo Jiakun menegaskan bahwa pengeluaran pertahanan China bertujuan untuk menjaga kedaulatan, keamanan nasional, serta kepentingan pembangunan negara. Ia juga menyebut bahwa negaranya berperan sebagai kekuatan stabilisator dalam situasi global yang bergejolak.
Lonjakan Jumlah Hulu Ledak Nuklir di Dunia
Laporan dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) tahun 2023 menunjukkan peningkatan jumlah hulu ledak nuklir global menjadi 9.576 unit, naik dari 9.440 unit pada tahun sebelumnya. Dari total tersebut, sekitar 3.844 hulu ledak telah dipasang pada misil atau pesawat dan dalam kondisi siap digunakan.
Saat ini, terdapat sembilan negara pemilik senjata nuklir, yakni Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, China, India, Pakistan, Korea Utara, dan Israel. Di antara negara-negara tersebut, Rusia, China, India, Pakistan, dan Korea Utara tercatat mengalami peningkatan jumlah hulu ledak nuklir.
China sendiri disebut mengalami lonjakan signifikan dalam pengembangan senjata nuklir. Negara ini menambah jumlah hulu ledaknya dari 350 menjadi 410 unit. Bahkan, beberapa analis memperkirakan bahwa pada akhir dekade ini, China bisa memiliki rudal balistik antarbenua (ICBM) dalam jumlah yang hampir setara dengan AS atau Rusia.
Usulan Donald Trump mengenai pemangkasan anggaran militer dan senjata nuklir menuai respons tegas dari China. Beijing menegaskan komitmennya terhadap kebijakan pertahanan yang defensif serta stabilitas global. Sementara itu, data terbaru menunjukkan bahwa jumlah hulu ledak nuklir di dunia terus meningkat, dengan China menjadi salah satu negara yang mengalami pertumbuhan pesat dalam persenjataan nuklirnya. Dalam konteks geopolitik yang semakin kompleks, masa depan perundingan perlucutan senjata masih menjadi tanda tanya besar, terutama dengan dominasi AS dan Rusia yang tetap signifikan dalam persenjataan nuklir dunia.