TransparanNews, Jakarta – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, menggarisbawahi pentingnya pendidikan politik bagi masyarakat guna mencegah polarisasi di Pilkada Serentak 2024. Menurut Bagja, pendidikan politik dapat membantu masyarakat memahami pilihan politiknya dengan lebih bijak dan rasional, serta terhindar dari pengaruh negatif yang dapat merusak integritas demokrasi.
“Pendidikan politik itu krusial agar masyarakat mampu memilih calon pemimpin daerah berdasarkan informasi yang benar dan akurat,” ujar Bagja dalam keterangannya pada Jumat (8/11/2024). Menurutnya, dengan pengetahuan yang baik, masyarakat bisa terhindar dari informasi sesat yang sering muncul menjelang pilkada.
Kampanye Sebagai Waktu Krusial
Tahapan kampanye di Pilkada 2024 disebut Bagja sebagai saat yang krusial bagi para kontestan untuk menarik simpati publik dan meningkatkan elektabilitas mereka. Namun, ia mengingatkan bahwa kampanye harus dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab, tanpa melibatkan isu-isu yang bisa memecah belah masyarakat.
Gambar Istimewa : detik.net.id
“Ada saja oknum yang mengambil jalan pintas dalam kampanye, seperti memanfaatkan isu SARA, ujaran kebencian, dan menyebarkan hoaks untuk menyerang lawan politik. Ini harus kita hindari karena bisa merusak demokrasi kita,” tegas Bagja. Praktik-praktik seperti ini, katanya, bukan hanya merugikan kandidat, tetapi juga merusak iklim demokrasi yang sehat.
Dampak Polarisasi Terhadap Demokrasi
Polarisasi politik, jika tidak dicegah, akan berdampak buruk pada integritas demokrasi di Indonesia. Bagja mencatat bahwa situasi semacam ini sudah terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2019, di mana perpecahan di masyarakat semakin tajam akibat isu-isu yang dimanfaatkan secara negatif di media sosial.
“Penggunaan media sosial tanpa pengawasan yang tepat bisa memperburuk polarisasi di masyarakat. Bahkan, polarisasi bisa mengancam keamanan serta mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Bagja. Polarisasi yang tinggi bukan hanya memecah belah masyarakat, tetapi juga mengganggu stabilitas sosial dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap sistem pemilu yang ada.
Kolaborasi Bawaslu dan Berbagai Pihak dalam Menangkal Polarisasi
Mengatasi masalah ini bukan tugas mudah. Bagja menyampaikan apresiasinya terhadap kerja sama antara Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil dalam menghadapi isu-isu seperti politisasi SARA, hoaks, dan ujaran kebencian. Kolaborasi ini, menurutnya, telah berhasil mengurangi potensi kerusuhan dan polarisasi yang biasanya marak di media sosial menjelang pemilihan.
“Oleh sebab itu, kami meyakini bahwa upaya cek fakta adalah kunci dalam membangun masyarakat yang lebih beradab dan menjadikan pemilu kita berkualitas,” jelas Bagja. Ia menegaskan bahwa masyarakat harus terus didorong untuk kritis terhadap informasi yang beredar, terutama di media sosial, yang menjadi lahan subur bagi penyebaran misinformasi.
Pendidikan Politik untuk Masyarakat: Pilar Penting Demokrasi
Bagja juga menekankan bahwa pendidikan politik yang bertanggung jawab harus diberikan kepada masyarakat. Ia menyebutkan bahwa pendidikan ini bukan hanya tentang memilih calon yang tepat, tetapi juga menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya verifikasi informasi. Pendidikan politik, kata Bagja, berperan besar dalam memperkuat kedaulatan rakyat.
“Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan harus mendapat pendidikan politik yang bertanggung jawab. Ini bukan hanya soal memilih, tetapi memahami proses demokrasi secara keseluruhan,” kata Bagja. Pendidikan politik yang baik akan membentuk warga negara yang peduli dan memahami dampak dari tindakan politik mereka terhadap masa depan bangsa.
Pengawasan Partisipatif dan Ajakan untuk Terlibat Aktif
Dalam upaya memperluas pendidikan politik, Bagja mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengawasan partisipatif. Menurutnya, masyarakat harus berani melaporkan jika menemukan pelanggaran pemilu, seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, atau politisasi SARA yang berpotensi menimbulkan perpecahan.
“Mari kita sama-sama terlibat dalam pengawasan pemilu ini. Jika ada dugaan pelanggaran, baik itu misinformasi, hoaks, atau politisasi SARA di media sosial, segera laporkan kepada kami,” ujar Bagja. Ia menekankan bahwa keterlibatan masyarakat akan membantu Bawaslu dalam menjaga kualitas pemilu, dan dengan begitu, demokrasi di Indonesia bisa berjalan dengan lebih baik dan transparan.