TransparanNews, Amerika Serikat (AS) telah menggelontorkan lebih dari Rp 356,8 triliun sejak Oktober 2023 untuk mendukung operasi militer Israel di Gaza, Lebanon, dan Suriah. Langkah ini menjadi sorotan global karena skala dukungan yang sangat besar, baik dalam bentuk finansial maupun persenjataan.
Gambar Istimewa : antaranews.com
Menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), AS menyuplai 69% kebutuhan senjata Israel selama periode 2019–2023. Bahkan, pada akhir 2023, angka ini meningkat menjadi 78%, menunjukkan ketergantungan Israel yang signifikan pada AS dalam urusan persenjataan.
Gelombang Besar Pengiriman Senjata
Sejak Oktober 2023 hingga Desember 2023, AS telah mengirimkan 10.000 ton senjata senilai Rp 38,9 triliun. Jumlah tersebut melonjak menjadi 50.000 ton pada Agustus 2024, didistribusikan menggunakan ratusan pesawat dan kapal.
Jenis persenjataan yang diberikan AS sangat beragam, mencakup:
- Rudal sistem pertahanan Iron Dome
- Bom presisi tinggi
- Helikopter angkut berat CH-53
- Helikopter serang AH-64 Apache
- Peluru artileri 155mm
- Amunisi penghancur bunker
- Kendaraan lapis baja
Sebagai sekutu terbesar Israel, AS telah memberikan bantuan militer dan ekonomi lebih dari Rp 5 kuadriliun sejak 1946, setelah disesuaikan dengan inflasi. Data ini dirilis oleh Dewan Hubungan Luar Negeri (CFR), lembaga pemikir terkemuka di Amerika.
Perjanjian dan Paket Darurat
Pada tahun 2016, kedua negara menandatangani perjanjian bantuan militer senilai Rp 616,2 triliun untuk jangka waktu 10 tahun. Alokasi tahunan sebesar Rp 61,6 triliun dimaksudkan untuk mendanai pembiayaan militer asing dan sistem pertahanan rudal. Selain itu, paket darurat yang disetujui pada tahun 2024 menambah miliaran dolar lagi, termasuk:
- Rp 228,6 triliun pada Februari 2024
- Rp 40,5 triliun untuk pengiriman senjata pada Maret 2024
Kritik dan Kekhawatiran Internasional
Penggunaan senjata AS dalam konflik ini memicu kritik tajam. Senjata-senjata tersebut dilaporkan digunakan di area sipil, yang menimbulkan kekhawatiran akan pelanggaran hukum humaniter internasional. Banyak pihak mempertanyakan pengawasan Kongres yang terbatas terhadap transfer senjata ini.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahkan dituduh melakukan genosida terhadap warga Gaza. Kritik semakin keras ketika berbagai organisasi HAM internasional menyerukan agar Netanyahu diadili atas dugaan kejahatan perang.
Ketergantungan Israel pada AS
Dengan dukungan persenjataan yang masif, ketergantungan Israel pada AS semakin terlihat jelas. Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang seberapa jauh AS akan terus mendukung Israel, terutama di tengah kritik global yang meningkat.
Keberpihakan AS kepada Israel, meski dianggap strategis dalam menjaga kepentingan geopolitiknya, juga berpotensi mencoreng citranya sebagai negara pendukung hak asasi manusia. Langkah selanjutnya dari pemerintah AS akan sangat menentukan dampaknya terhadap stabilitas kawasan Timur Tengah.