12 WNI Korban Perdagangan Orang Tertahan di Wilayah Konflik Myanmar

TransparanNews, Sebanyak 12 Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kini masih tertahan di Myawaddy, sebuah wilayah konflik di

Redaksi

TransparanNews, Sebanyak 12 Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kini masih tertahan di Myawaddy, sebuah wilayah konflik di Myanmar. Perjuangan mereka untuk bebas terus berlanjut di tengah berbagai tantangan diplomasi dan keamanan.

Kronologi Perjalanan ke Myanmar

Kasus ini bermula ketika para korban, termasuk seorang pemuda berusia 22 tahun, tergiur oleh lowongan kerja yang diiklankan melalui media sosial Facebook. Mereka dijanjikan pekerjaan di bidang administrasi di sebuah restoran. Setelah menerima tawaran, para calon pekerja kemudian dimasukkan ke dalam grup Telegram untuk persiapan lebih lanjut.

Gambar Istimewa : schoolmedia.id

Menurut RD, ayah salah satu korban, anaknya bersama keponakannya berencana terbang ke Thailand pada 11 Agustus 2024. Namun, keberangkatan sempat tertunda karena dokumen kerja belum lengkap. Perusahaan yang merekrut mereka memberikan uang untuk biaya penginapan dan makan di sekitar Bandara Soekarno-Hatta.

Akhirnya, pada 14 Agustus, mereka berangkat menuju Bangkok. Setibanya di sana, mereka dijemput oleh seorang oknum dari agen perekrut. RD mengungkap bahwa anaknya sempat mengabari melalui telepon, namun terdengar tertekan karena komunikasi diawasi.

Kondisi Tidak Manusiawi

Setelah tiba di Myanmar, para korban dihadapkan pada realitas pekerjaan yang jauh dari ekspektasi. Mereka dipaksa bekerja lebih dari 12 jam sehari, dari pukul 4 sore hingga 9 pagi, tanpa bayaran. Jika gagal memenuhi target kerja, mereka mendapat hukuman fisik, seperti dipaksa mengangkat galon air selama satu jam.

RD menjelaskan bahwa anaknya pernah dihukum lebih parah—dikurung semalaman tanpa makanan dan larangan tidur. Kondisi tersebut menyebabkan luka memar dan bengkak sebelum akhirnya anaknya dipaksa kembali bekerja.

Para korban berusaha mencari cara untuk menyampaikan kondisi mereka. Komunikasi terputus selama hampir dua minggu hingga akhirnya mereka berhasil menghubungi keluarga menggunakan ponsel yang disembunyikan dari pengawasan perusahaan.

Upaya Penyelamatan

Setelah mengetahui nasib anaknya, RD segera meminta share location untuk melacak keberadaan mereka dan melapor ke KBRI Thailand. Namun, setelah penyelidikan, KBRI mengonfirmasi bahwa para korban telah dibawa ke wilayah Myanmar.

KBRI Yangon pun menjelaskan bahwa Myawaddy adalah daerah berbahaya yang dikuasai kelompok pemberontak, sehingga tidak mudah untuk melakukan evakuasi. RD bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) terus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri RI untuk memulangkan anaknya dan korban lainnya.

Harapan Keluarga

H, kakak salah satu korban, berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas untuk menyelamatkan keluarganya. “Kami hanya ingin mereka dipulangkan ke Indonesia. Itu saja harapan kami,” ujarnya.

Kasus ini menambah daftar panjang korban TPPO yang terjebak dalam jaringan penipuan pekerjaan luar negeri. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dan edukasi bagi masyarakat agar tidak mudah terjebak oleh iming-iming pekerjaan dengan gaji tinggi di luar negeri.

Penegakan Hukum dan Pencegahan

Kasus TPPO ini kembali menjadi pengingat akan pentingnya penegakan hukum dan penguatan perlindungan bagi pekerja migran. Edukasi melalui media sosial, yang sering kali menjadi sarana rekrutmen, harus diperketat. Selain itu, pemerintah dan lembaga terkait harus berkolaborasi dalam mengatasi jaringan perdagangan manusia yang semakin canggih.

Upaya diplomasi terus dilakukan agar 12 WNI ini dapat segera dipulangkan dengan selamat. Namun, hingga saat ini, perjuangan mereka untuk bebas dari jerat perdagangan orang masih berlangsung.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Ikuti kami :

Tags

Related Post