TransparanNews, Jakarta – DPRD DKI Jakarta kembali menggelar rapat paripurna pada Senin (23/12/2024) untuk mengesahkan empat Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda). Namun, rapat yang dijadwalkan berlangsung pukul 14.00 WIB ini diwarnai polemik terkait kuorum, yang memunculkan perdebatan tentang tata tertib (tatib) kehadiran anggota dewan.
Gambar Istimewa : voi.id
Sejak awal rapat, Wakil Ketua Fraksi Demokrat, Ferrial Sofyan, meminta Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin, untuk memastikan jumlah anggota yang hadir. Berdasarkan aturan, kuorum hanya dapat tercapai jika 70 atau 71 anggota, atau setara dua per tiga dari total anggota DPRD, hadir. Namun, hingga rapat dimulai, jumlah anggota yang hadir belum memenuhi angka tersebut, memaksa rapat untuk diskors dua kali.
Tata Tertib yang Multitafsir
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Partai Golkar, Basri Baco, menyoroti multitafsir yang muncul dalam penafsiran tatib mengenai kehadiran. Menurutnya, tatib tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa kehadiran harus bersifat fisik.
“Tatib ini memang masih bisa dimaknai berbeda-beda. Di satu sisi, hadir bisa berarti hanya menandatangani absen, tetapi di sisi lain, hadir bisa berarti kehadiran fisik di dalam ruangan,” ujar Baco.
Ia menjelaskan bahwa jika mengacu pada pendapat pertama, jumlah anggota yang hadir secara administratif sebenarnya sudah cukup. Namun, jika mengikuti pendapat kedua, kehadiran fisik tetap menjadi syarat mutlak, yang membuat rapat ini masih kekurangan sekitar empat anggota untuk memenuhi kuorum.
Interupsi dan Pandangan Anggota DPRD
Pernyataan Baco langsung menuai interupsi dari sejumlah anggota DPRD. Francine Widjojo dari Fraksi PSI menegaskan pentingnya kehadiran fisik, mengacu pada Pasal 1 angka 25 dalam tata tertib DPRD. Ia menyampaikan kekhawatiran bahwa anggota yang hanya menandatangani absen dapat meninggalkan ruangan tanpa mengikuti jalannya rapat.
“Kehadiran yang dimaksud adalah kehadiran fisik, karena hal ini penting untuk memastikan bahwa para anggota benar-benar berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Jika hanya menandatangani absen, rapat ini kehilangan esensinya,” kata Francine.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Mujiyono dari Fraksi Demokrat. Ia menekankan bahwa tata tertib harus ditegakkan demi menjaga integritas rapat paripurna.
Ketua Fraksi Golkar, Judistira Hermawan, turut menyuarakan hal serupa. Ia mengkritik kurangnya komitmen anggota DPRD yang tidak hadir secara fisik, menilai hal ini mencerminkan lemahnya dukungan terhadap agenda penting DPRD.
“Inilah saatnya kita mengembalikan marwah DPRD. Fakta bahwa kita kekurangan anggota untuk rapat paripurna hari ini menjadi catatan penting. Jangan sampai aturan kita sendiri diakali hanya untuk mengejar target,” tegas Judistira. Pernyataannya disambut tepuk tangan dari anggota dewan yang hadir.
Imbas Penafsiran Kuorum
Ketidakjelasan tatib mengenai kuorum memunculkan risiko penundaan rapat selama tiga hari jika jumlah anggota yang hadir secara fisik tetap tidak mencukupi. Situasi ini juga berpotensi menghambat agenda DPRD lainnya.
“Kalau kita terus memaksakan opsi kedua, yaitu kehadiran fisik, tetapi tidak bisa menghadirkan anggota yang cukup, kita akan terpaksa menunda rapat ini. Hal ini jelas berdampak pada agenda kita yang lain,” jelas Baco.
Judistira meminta pimpinan DPRD untuk tetap berpegang pada aturan yang berlaku dan tidak mencoba memanipulasi interpretasi tata tertib demi kepentingan tertentu. Menurutnya, kehadiran fisik menunjukkan tanggung jawab anggota DPRD terhadap mandat yang diembannya.
Rapat paripurna DPRD DKI Jakarta kali ini mencerminkan tantangan yang dihadapi lembaga legislatif dalam menjaga integritas dan komitmen anggotanya. Polemik mengenai kuorum dan multitafsir tata tertib menjadi peringatan bagi seluruh anggota DPRD untuk mengutamakan tanggung jawab mereka dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. Semoga diskusi ini menghasilkan solusi terbaik demi kemajuan Jakarta.