TransparanNews, Jakarta – Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham) Yusril Ihza Mahendra menegaskan komitmennya untuk mempercepat penyesuaian Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan United Nations Convention Against Corruption (UN Convention). Langkah ini dinilai penting untuk menyelaraskan hukum pidana di Indonesia dengan standar internasional.
Hal ini disampaikan oleh Yusril dalam diskusi pembaruan Undang-Undang Tipikor yang berlangsung di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) KPK pada Selasa (10/12/2024). Dalam acara tersebut, Yusril memaparkan pandangan pemerintah mengenai kebutuhan mendesak akan reformasi hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi.
Hukum Tipikor Indonesia Butuh Pembaruan
Menurut Yusril, Undang-Undang Tipikor yang saat ini berlaku sudah ada sejak lama, namun belum mengalami pembaruan signifikan. Materi hukum dan kelembagaan penegak hukum dalam pemberantasan korupsi dinilai masih terbatas dan perlu ditingkatkan agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Gambar Istimewa : antaranews.com
“Sejak 2006 hingga sekarang, tidak banyak perubahan yang terjadi, baik dalam materi hukum maupun kelembagaan penegakan hukum di bidang korupsi,” ujar Yusril.
Dia menambahkan bahwa Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk melaksanakan amanat dari UN Convention Against Corruption, yang telah diratifikasi sebelumnya. Salah satu langkah penting adalah memperbarui ketentuan hukum pidana di Indonesia agar selaras dengan konvensi tersebut.
“Sebagai bagian dari amanat konvensi itu, kita harus memastikan bahwa ketentuan hukum pidana kita sesuai dengan standar internasional,” tegas Yusril.
Integrasi dengan KUHP Nasional
Yusril juga menyoroti pentingnya menyelaraskan pembaruan UU Tipikor dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional yang baru disahkan. Ia menekankan bahwa semangat penegakan hukum dalam KUHP Nasional berbeda dari era kolonial Hindia Belanda yang cenderung menitikberatkan pada penghukuman fisik dan pembalasan.
“Pendekatan yang kita usung sekarang lebih mengedepankan restorative justice dan rehabilitasi, yang fokusnya pada pemulihan keadaan daripada pembalasan semata,” jelasnya.
Yusril juga mengungkapkan bahwa konvensi internasional menyoroti pentingnya pemulihan aset (asset recovery) sebagai bagian dari penanganan korupsi. Hal ini sedikit berbeda dengan pendekatan UU Tipikor saat ini yang lebih fokus pada kerugian negara.
“Ini adalah isu penting yang harus segera kita selesaikan. Semoga dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, pembaruan ini dapat berjalan dengan cepat,” tambahnya.
Dorongan untuk Peningkatan Standar Internasional
Langkah pemerintah ini juga menjadi bukti komitmen Indonesia untuk meningkatkan kualitas penegakan hukum di bidang korupsi. Penyesuaian ini diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat akan keadilan yang lebih modern, inklusif, dan berorientasi pada pemulihan.
Dalam pandangan Yusril, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang memerlukan penanganan khusus. Oleh karena itu, pembaruan UU Tipikor menjadi langkah strategis untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi, baik di tingkat nasional maupun global.
“Dengan penyesuaian ini, kita berharap dapat menghadirkan penegakan hukum yang tidak hanya tegas tetapi juga sejalan dengan standar internasional,” pungkas Yusril.
Harapan Masyarakat
Pembaruan UU Tipikor diharapkan menjadi tonggak baru dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat menanti aksi nyata pemerintah dalam melindungi aset negara, memberantas korupsi, dan menciptakan sistem hukum yang transparan.
Langkah ini bukan hanya soal memenuhi standar internasional, tetapi juga menunjukkan bahwa Indonesia serius dalam menciptakan lingkungan yang bebas korupsi demi pembangunan yang berkelanjutan.
Dengan dorongan kuat dari Menko Kumham, apakah reformasi hukum ini akan menjadi awal perubahan signifikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia? Publik menunggu hasilnya.