Rangkaian Tindakan Korupsi
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengungkapkan bahwa tindak pidana tersebut bermula dari kebutuhan Rohidin untuk mendapatkan dukungan dana menjelang Pilkada Serentak pada November 2024. “RM menyampaikan dirinya membutuhkan dukungan berupa dana dan penanggung jawab wilayah dalam rangka pemilihan gubernur Bengkulu,” ujar Alexander pada konferensi pers di Gedung Merah Putih, Minggu (24/11/2024).
Gambar Istimewa : detik.net.id
Langkah pertama yang dilakukan Rohidin adalah memerintahkan Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri (IF), untuk mengumpulkan para ketua organisasi perangkat daerah (OPD) dan kepala biro di lingkungan pemerintah daerah. Dalam pertemuan yang berlangsung antara September hingga Oktober 2024, mereka diarahkan mendukung pencalonan kembali Rohidin sebagai Gubernur Bengkulu.
Aliran Dana dan Ancaman Jabatan
Beberapa pejabat di lingkup Pemprov Bengkulu dilaporkan menyumbangkan dana yang cukup signifikan. Syafriandi (SF), Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, menyerahkan uang sebesar Rp 200 juta kepada Rohidin melalui ajudannya, Erviansyah (EV). Dana ini diberikan untuk memastikan bahwa Syafriandi tetap memegang jabatannya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR), Tejo Suroso (TS), diminta mengumpulkan dana hingga Rp 500 juta. Uang tersebut diperoleh dari pemotongan anggaran alat tulis kantor (ATK), perjalanan dinas (SPPD), dan tunjangan pegawai. Alexander menambahkan, Tejo juga diancam akan dicopot dari jabatannya jika Rohidin tidak terpilih kembali.
Tidak hanya itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Saidirman (SD), turut diminta menyediakan dana sebesar Rp 2,9 miliar. Salah satu sumber dananya berasal dari pencairan honor pegawai tidak tetap (PTT) dan guru tidak tetap (GTT) se-Bengkulu, dengan potongan Rp 1 juta per orang.
Setoran dari Tim Pemenangan
Kepala Biro Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Ferry Ernest Parera (FEP), diketahui menyerahkan donasi sebesar Rp 1,4 miliar kepada tim pemenangan Rohidin. Uang tersebut berasal dari kontribusi setiap satuan kerja di lingkup Pemprov Bengkulu dan disalurkan melalui ajudan gubernur, Erviansyah.
Tiga Tersangka Ditahan
Atas perbuatannya, KPK menetapkan tiga tersangka, yaitu Rohidin Mersyah (RM), Isnan Fajri (IF), dan Erviansyah (EV). Ketiganya dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pilkada 2024 Dihantui Isu Korupsi
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya integritas dalam dunia politik. Pilkada Serentak 2024 kini berada di bawah bayang-bayang praktik korupsi yang melibatkan pejabat daerah. KPK menegaskan komitmennya untuk menindak tegas segala bentuk penyimpangan, terutama yang berkaitan dengan penyalahgunaan jabatan demi kepentingan politik.
Dengan terungkapnya kasus ini, masyarakat diharapkan dapat lebih selektif dalam memilih pemimpin dan menuntut transparansi dari setiap tahapan Pilkada. Di sisi lain, KPK terus menyerukan kolaborasi antara lembaga penegak hukum dan masyarakat untuk memberantas praktik korupsi hingga ke akarnya.
Kasus Gubernur Bengkulu ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pihak, khususnya para pejabat publik. Korupsi demi kepentingan pribadi atau politik tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencoreng kepercayaan masyarakat. Dengan pengawasan yang lebih ketat dan kesadaran yang meningkat, Indonesia dapat melangkah lebih jauh menuju pemerintahan yang bersih dan transparan.