TransparanNews, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menguak babak baru dalam kasus mega korupsi komoditas timah di Indonesia. Kali ini, nama besar mantan bos Sriwijaya Air, Hendry Lie, muncul sebagai salah satu tersangka utama yang diduga terlibat dalam pusaran korupsi di sektor tata niaga timah. Kasus ini mencakup praktik ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk selama periode 2015-2022.
Keterlibatan Hendry Lie sebagai Beneficial Owner
Kapuspen Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa Hendry Lie ditetapkan sebagai tersangka atas perannya sebagai Beneficial Owner PT Timah Indonesia (PT TIN). Perusahaan ini diketahui bekerja sama dengan PT Timah Tbk dalam penyewaan alat untuk proses peleburan timah.
Gambar Istimewa : voi.id
“Secara sadar dan sengaja, ia berperan aktif dalam kerja sama penyewaan peralatan untuk proses peleburan timah antara PT Timah Tbk dengan PT TIN,” ujar Harli pada Selasa (19/11/2024).
Lebih lanjut, Harli membeberkan bahwa PT TIN, yang dikelola oleh Hendry Lie, secara sadar turut mengolah bijih timah dari perusahaan boneka seperti CV BPR dan CV SMS. Kedua perusahaan ini diduga kuat menjadi sarana untuk menampung hasil tambang timah ilegal.
“Perusahaan-perusahaan tersebut sengaja dibentuk untuk menerima bijih timah dari kegiatan tambang ilegal,” tegasnya.
Peran Adik Hendry Lie dalam Jaringan Korupsi
Kejagung juga mengungkap keterlibatan Fandy Lie, adik kandung Hendry Lie, yang menjabat sebagai marketing di PT TIN. Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa keduanya bekerja sama dalam menjalankan skema korupsi ini.
“Hendry Lie bekerja sama dengan adiknya, sehingga peran mereka saling melengkapi dalam jaringan ini,” jelas Qohar.
Meski demikian, pihak Kejagung belum bisa mengungkap secara rinci aliran dana yang diterima Hendry Lie. Penyelidikan terhadap nilai kerugian negara yang ditimbulkan masih berlangsung, dengan estimasi awal mencapai lebih dari Rp 300 triliun.
“Kerugian ini masih dalam tahap perhitungan dampak, dan akan dikonversikan dengan aset-aset yang telah disita dari para tersangka,” tambahnya.
Upaya Pemulihan Kerugian Negara
Kejagung memastikan bahwa semua aset yang disita dari tersangka akan digunakan untuk menutupi kerugian negara. Setelah memiliki kekuatan hukum tetap, aset-aset tersebut akan dilelang sebagai pengganti kerugian negara yang ditimbulkan.
“Jika tersangka dikenakan uang pengganti, aset yang disita akan dilelang untuk menutupi kewajiban tersebut,” terang Qohar.
Jerat Hukum bagi Hendry Lie
Dalam kasus ini, Hendry Lie dijerat dengan sejumlah pasal berat, termasuk:
- Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal-pasal tersebut memungkinkan pengenaan hukuman berat terhadap pelaku, termasuk penggantian kerugian negara.
Sorotan Publik dan Harapan Transparansi
Kasus ini menjadi sorotan publik mengingat besarnya skala kerugian yang ditimbulkan dan keterlibatan aktor-aktor besar. Pemerintah diharapkan dapat menjalankan proses hukum secara transparan dan tegas agar memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi.
Pengungkapan kasus ini juga menunjukkan betapa pentingnya pengawasan terhadap tata niaga sumber daya alam di Indonesia. Kejagung diharapkan terus mengusut kasus ini hingga tuntas demi memastikan keadilan dan pemulihan kerugian negara yang signifikan.
Dengan nilai kerugian yang mencapai ratusan triliun rupiah, kasus ini tidak hanya mencederai perekonomian negara, tetapi juga mengancam keberlanjutan industri tambang timah yang menjadi salah satu komoditas penting Indonesia.