TransparanNews, Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tidak dipandang sebagai faktor yang akan mengubah kebijakan Washington dalam konflik Ukraina. Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, yang menekankan bahwa AS cenderung mempertahankan kendali atas NATO dan hubungan terkait Eropa Timur, terlepas dari siapa yang menduduki kursi kepresidenan.
Menurut Lavrov, AS memiliki kepentingan untuk tetap mengendalikan dinamika di Ukraina, serta isu-isu yang melibatkan negara-negara anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) atau Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara, aliansi militer yang mencakup negara-negara Eropa dan Amerika Utara. “Pendekatan fundamental Washington terhadap Ukraina maupun NATO tidak akan berubah hanya karena pergantian pemimpin. AS ingin menjaga pengaruh di kawasan tersebut,” ujar Lavrov dalam wawancaranya, yang dikutip dari sumber terpercaya.
NATO dan Uni Eropa: Hubungan yang Semakin Kabur
Lavrov menyoroti bahwa batas antara Uni Eropa dan NATO semakin kabur, baik dalam hal militer maupun politik. Pengaruh AS dalam NATO, menurutnya, juga berperan besar dalam menjaga kontrol Washington di wilayah tersebut. “Bagaimana mereka akan menerapkan kontrol ini ke depan mungkin sulit diprediksi, namun tidak diragukan bahwa AS ingin tetap memegang kendali,” tambah Lavrov.
Gambar Istimewa : bbci.co.uk
Komentar Lavrov mencerminkan kekhawatiran Rusia terhadap kebijakan luar negeri AS yang dianggap terlalu campur tangan dalam isu-isu regional Eropa Timur. Selain itu, Lavrov juga mengungkapkan bahwa kendali AS atas NATO tidak hanya berbasis pada aspek keamanan, tetapi juga politik dan ekonomi.
Trump Janji Akhiri Konflik Ukraina, Tetapi Tanpa Rencana Jelas
Sementara itu, Donald Trump dalam kampanyenya menjanjikan penyelesaian konflik di Ukraina sebelum pelantikannya. Namun, hingga saat ini, tidak ada detail spesifik mengenai rencana perdamaian yang akan ditempuh. Meski demikian, pernyataan Trump tersebut memicu berbagai spekulasi terkait hubungan antara AS, Rusia, dan Ukraina di masa depan.
Di sisi lain, Kremlin melalui Juru Bicara Dmitry Peskov menyatakan bahwa hingga kini belum ada komunikasi formal antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden terpilih Donald Trump. Ini menunjukkan bahwa hubungan bilateral antara kedua negara mungkin belum akan berubah signifikan dalam waktu dekat, terutama terkait krisis Ukraina yang berlarut-larut.
Syarat Rusia untuk Akhiri Konflik Ukraina
Rusia telah menyampaikan beberapa syarat utama yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan konflik di Ukraina. Beberapa tuntutan utama Rusia meliputi penarikan pasukan Ukraina dari wilayah-wilayah yang dianggap telah bergabung dengan Rusia—seperti Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson. Selain itu, Moskow menegaskan bahwa Ukraina harus menghentikan upaya bergabung dengan NATO, mencabut sanksi Barat terhadap Rusia, serta menetapkan Ukraina sebagai negara yang netral dan bebas nuklir.
Posisi Rusia ini menjadi salah satu hambatan utama dalam tercapainya perdamaian. Kendati ada perubahan kepemimpinan di AS, syarat yang diajukan Rusia ini dianggap tidak mudah diterima oleh Ukraina maupun sekutu-sekutu Baratnya. Oleh karena itu, perubahan kebijakan AS mungkin tidak akan berdampak signifikan terhadap posisi Rusia.
Prospek Penyelesaian Konflik
Meski Trump memiliki janji ambisius untuk menyelesaikan konflik Ukraina, tanpa dukungan konkret dari pihak-pihak terkait, proses menuju perdamaian tetap menjadi tantangan besar. Baik Rusia maupun AS memiliki kepentingan yang berbeda dalam krisis ini, dan sikap saling curiga di antara mereka seringkali memperlambat jalannya dialog.
Namun, pertanyaannya tetap terbuka apakah kemenangan Trump akan membuka jalur diplomasi baru atau justru memperkuat ketegangan yang sudah ada. Banyak pihak berharap agar kepemimpinan AS di bawah Trump nanti bisa membawa angin segar dalam upaya menyelesaikan konflik Ukraina, namun hal ini masih sangat bergantung pada komitmen nyata dari semua pihak yang terlibat.
Kesimpulannya, kemenangan Trump tidak serta-merta mengubah sikap AS dalam konflik Ukraina. Rusia, melalui Lavrov dan Peskov, tetap menaruh kecurigaan terhadap AS, sementara tuntutan yang diajukan Rusia tetap menjadi penghalang bagi proses perdamaian yang lebih cepat.