TransparanNews, Memiliki banyak uang tentu impian bagi banyak orang, tapi pernahkah terpikir, mengapa negara tidak bisa sembarangan mencetak uang dalam jumlah banyak? Padahal, mencetak uang adalah hak eksklusif sebuah negara. Di Indonesia, tugas ini dipegang oleh Bank Indonesia (BI) dan dilakukan oleh Perum Peruri. Namun, ternyata ada sejumlah alasan mengapa negara tidak bisa bebas mencetak uang sebanyak mungkin, walaupun tampaknya solusi ini bisa menyelesaikan masalah ekonomi.
Mencetak Uang Berlebihan: Masalah yang Ditimbulkan
Jika negara mencetak uang tanpa kontrol yang baik, akan muncul berbagai dampak buruk terhadap perekonomian. Berikut adalah beberapa alasan penting mengapa mencetak uang tidak bisa dilakukan sembarangan:
1. Uang Kehilangan Nilainya
Bayangkan jika negara mencetak uang dalam jumlah besar, tetapi ketersediaan barang dan jasa di pasar tetap. Apa yang terjadi? Harga barang akan meningkat pesat. Semakin banyak uang beredar, sementara jumlah barang tetap terbatas, membuat barang-barang menjadi langka dan harganya melonjak. Akibatnya, uang yang awalnya dianggap berharga, kini kehilangan nilainya. Proses ini dikenal sebagai inflasi.
Gambar Istimewa : images.bisnis.com
Sebagai contoh, bayangkan jika kamu memiliki segepok uang, tetapi harga beras, minyak, dan kebutuhan pokok lainnya naik berkali lipat. Daya beli uang kamu menurun, bahkan uang yang berlimpah itu tidak lagi bisa membeli kebutuhan pokok sehari-hari. Cetak uang berlebihan malah akan menurunkan nilai uang tersebut, sehingga justru menyulitkan ekonomi.
2. Inflasi yang Tidak Terkendali
Inflasi adalah penyakit ekonomi yang muncul ketika harga barang dan jasa naik secara terus-menerus dalam jangka panjang. Saat sebuah negara mencetak uang dalam jumlah besar, maka uang beredar di masyarakat bertambah, namun jumlah barang dan jasa tidak meningkat. Kondisi ini memicu kenaikan harga yang signifikan.
Inflasi yang terjadi akibat mencetak uang berlebihan dapat menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Uang yang dimiliki masyarakat tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam jangka panjang, inflasi dapat menghancurkan stabilitas ekonomi suatu negara dan mempengaruhi kualitas hidup masyarakat.
3. Utang Negara Bisa Bertambah
Mencetak uang bukanlah solusi instan untuk menyelesaikan masalah ekonomi, seperti utang negara. Sebaliknya, tanpa perhitungan yang matang, mencetak uang berlebihan justru dapat menambah beban utang negara. Mengapa demikian?
Jika negara mencetak uang tanpa didukung oleh komoditas atau aset yang memadai, uang tersebut akan kehilangan nilainya dan tidak akan mampu menutupi utang negara. Bahkan, dalam situasi ekonomi yang buruk, utang negara bisa semakin besar akibat penurunan nilai tukar mata uang di pasar global. Akibatnya, masalah utang yang ingin diatasi malah bisa menjadi lebih parah.
Bagaimana Negara Mengatur Pencetakan Uang?
Meskipun mencetak uang adalah hak negara, ada beberapa aturan ketat yang harus dipatuhi untuk menjaga stabilitas ekonomi. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memiliki kewenangan untuk menentukan jumlah uang yang beredar di masyarakat, yang harus seimbang dengan pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan barang serta jasa.
Bank Indonesia tidak bisa begitu saja mencetak uang dalam jumlah besar karena harus mempertimbangkan dampaknya terhadap inflasi, nilai tukar rupiah, dan daya beli masyarakat. Dalam melakukan kebijakan moneter, BI juga harus mempertimbangkan cadangan devisa, kondisi ekonomi global, dan arus modal masuk serta keluar dari negara.
Selain itu, pencetakan uang juga harus didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang sehat dan peningkatan produktivitas. Jika sebuah negara hanya mengandalkan pencetakan uang tanpa peningkatan produksi barang dan jasa, maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan ekonomi yang berujung pada krisis.
Contoh Negara yang Gagal karena Cetak Uang Berlebihan
Beberapa negara di dunia pernah mengalami krisis hiperinflasi akibat kebijakan mencetak uang yang tidak terkendali. Contoh paling terkenal adalah Zimbabwe. Pada awal 2000-an, Zimbabwe mengalami hiperinflasi ekstrem karena pemerintah terus mencetak uang dalam jumlah besar untuk membiayai pengeluaran negara. Hasilnya, pada tahun 2008, inflasi di Zimbabwe mencapai 89,7 sekstiliun persen, membuat uang Zimbabwe hampir tidak bernilai sama sekali. Masyarakat terpaksa membawa tumpukan uang untuk membeli kebutuhan pokok, bahkan uang Zimbabwe akhirnya tidak lagi digunakan dan diganti dengan mata uang asing.
Kejadian serupa juga pernah terjadi di Venezuela. Kebijakan ekonomi yang buruk, ditambah dengan mencetak uang berlebihan, menyebabkan hiperinflasi yang membuat mata uang Venezuela, bolivar, terpuruk dan tidak lagi diterima di pasar internasional.