TransparanNews, Jakarta – Pelantikan kepala daerah hasil sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) akan dilakukan secara bertahap. Hal ini disesuaikan dengan amar putusan yang dikeluarkan MK setelah menyelesaikan proses sidang sengketa.
Gambar Istimewa: siarpost.com
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan bahwa pelantikan bergantung pada hasil keputusan final MK. “Nanti ada sidang berikutnya lagi (setelah putusan sela atau dismissal), pelantikannya akan berturut-turut,” ujar Tito saat ditemui di Gedung MK Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Menurut Tito, jika terdapat banyak perkara sengketa yang gugur dalam putusan akhir MK, pelantikan kepala daerah bisa saja dilakukan secara serentak. Namun, jika jumlah perkara sengketa yang diterima atau diproses lebih sedikit, maka pola pelantikan akan berbeda. “Kalau jumlahnya sedikit, gubernur bakal dilantik oleh Presiden, sementara bupati atau wali kota dilantik oleh gubernur,” tambahnya.
Teknis Pelantikan Sesuai Amar Putusan MK
Tito juga menegaskan bahwa teknis pelantikan sangat bergantung pada isi amar putusan MK. Dalam beberapa kasus, MK biasanya memerintahkan langkah-langkah seperti pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang, atau bahkan mendiskualifikasi pasangan calon tertentu.
“Misalnya, ada pemungutan suara ulang. Kita tidak tahu kapan itu selesai karena yang melaksanakan bukan MK, tetapi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan KPU daerah. Ada juga kasus penghitungan suara ulang, atau bahkan Pilkada ulang seperti kasus Yalimo di Papua dulu yang memakan waktu setahun tiga bulan untuk selesai,” jelas Tito.
Ia menyampaikan harapannya agar pelantikan kepala daerah hasil sengketa dapat segera dilakukan sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas politik di daerah sekaligus memastikan kepala daerah terpilih bisa segera bekerja untuk melayani masyarakat.
Pelantikan Nonsengketa Menunggu Putusan Dismissal
Sementara itu, bagi kepala daerah yang tidak terlibat dalam sengketa di MK, pelantikan akan digabungkan dengan kepala daerah yang perkaranya gugur dalam putusan sela atau dismissal. MK sendiri telah mempercepat jadwal pembacaan putusan dismissal dari semula direncanakan pada 11–13 Februari 2025 menjadi 4–5 Februari 2025.
Awalnya, pemerintah merencanakan pelantikan kepala daerah nonsengketa dilakukan secara serentak pada 6 Februari 2025. Namun, dengan adanya percepatan jadwal putusan dismissal serta pertimbangan efisiensi, pelantikan kepala daerah nonsengketa akan menunggu hasil putusan dismissal terlebih dahulu.
“Jadwal pelantikan masih perlu dibahas bersama KPU, Bawaslu, dan MK. Kami juga akan menggelar rapat dengan DPR untuk menentukan tanggal pastinya,” kata Tito.
Urgensi Pelantikan Kepala Daerah
Percepatan pelantikan kepala daerah memiliki beberapa urgensi, terutama terkait stabilitas politik di tingkat daerah. Selain itu, kepala daerah yang telah resmi dilantik dapat segera melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, termasuk program-program pembangunan dan pelayanan publik yang menjadi prioritas.
Mendagri Tito Karnavian menggarisbawahi pentingnya efisiensi dan koordinasi antar-lembaga, termasuk KPU, Bawaslu, dan MK, agar proses pelantikan berjalan lancar tanpa hambatan. Ia juga berharap proses hukum yang sedang berlangsung tidak mengganggu upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas politik dan sosial di berbagai daerah.
Pelantikan kepala daerah hasil sengketa Pilkada 2024 akan berlangsung secara bertahap sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan dinamika penyelesaian perkara di MK, termasuk kemungkinan adanya pemungutan suara ulang atau penghitungan ulang. Sementara itu, pelantikan kepala daerah yang tidak terlibat sengketa juga akan menunggu hasil putusan dismissal. Dengan percepatan tersebut, pemerintah berharap kepala daerah terpilih dapat segera dilantik demi menjaga stabilitas politik dan mempercepat kinerja pemerintahan di daerah. Kolaborasi antar-lembaga menjadi kunci keberhasilan pelantikan ini.