Polemik Sertifikat HGB di Perairan: Pelanggaran Aturan dan Dugaan Kolusi

TransparanNews, Publik dihebohkan dengan munculnya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Milik (SHM) yang diterbitkan untuk wilayah perairan di Tangerang, Banten. Fenomena ini menjadi

Redaksi

TransparanNews, Publik dihebohkan dengan munculnya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Milik (SHM) yang diterbitkan untuk wilayah perairan di Tangerang, Banten. Fenomena ini menjadi perhatian karena laut, sebagai bagian dari kekayaan negara, tidak seharusnya dapat disertifikasi. Kasus pemagaran wilayah perairan tersebut memunculkan banyak pertanyaan tentang pelanggaran aturan hingga potensi kolusi yang melibatkan berbagai pihak.

Gambar Istimewa : kompas.com

Penerbitan Sertifikat di Laut, Melanggar Aturan yang Berlaku

Menurut data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), sebanyak 263 bidang laut telah memiliki sertifikat HGB, dengan rincian 234 HGB milik PT Intan Agro Makmur, 20 HGB milik PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 HGB atas nama individu. Selain itu, terdapat 17 bidang yang memiliki sertifikat SHM. Padahal, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 juncto UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara tegas melarang sertifikasi lahan di wilayah perairan.

Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), menegaskan bahwa penerbitan sertifikat ini juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-VIII/2010. Putusan ini sebelumnya telah membatalkan konsep hak pengusahaan perairan pesisir (HP3) yang memungkinkan privatisasi laut. “Privatisasi laut melalui HP3 adalah bentuk pelanggaran besar. Ini merugikan hak masyarakat pesisir yang bergantung pada laut,” tegas Susan.

Dugaan Kolusi di Balik Penerbitan Sertifikat HGB

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menilai bahwa penerbitan HGB dan SHM di laut tidak lepas dari kolusi antara pihak swasta dan pemerintah. Ia mendesak aparat kepolisian untuk segera menyelidiki siapa saja pihak yang bertanggung jawab atas kasus ini, termasuk pemasangan pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer di wilayah perairan Tangerang.

“Dalam kasus ini, sangat jelas ada potensi kolusi. Polisi harus segera bertindak tanpa menunggu laporan formal. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan wilayah negara,” ujar Mahfud.

Ia juga mengusulkan pembentukan satuan tugas (Satgas) khusus di bawah pemerintahan Prabowo Subianto untuk mengusut tuntas kasus ini. Jika ditemukan indikasi korupsi, temuan Satgas dapat langsung diserahkan ke kejaksaan.

Kementerian ATR Cabut Sertifikat dan Lakukan Pemeriksaan

Sebagai langkah awal, Menteri ATR Nusron Wahid telah mencabut 266 sertifikat HGB dan SHM di wilayah perairan Tangerang. Berdasarkan hasil peninjauan, wilayah tersebut berada di luar garis pantai dan tidak dapat menjadi properti privat. Nusron juga memerintahkan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait, termasuk kantor jasa survei yang bertanggung jawab atas pengukuran dan pengajuan sertifikat tersebut.

“Kami telah meminta Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan untuk memanggil pihak kantor jasa survei yang terlibat. Jika terbukti bersalah, izin mereka akan kami rekomendasikan untuk dicabut,” kata Nusron.

Pihak-pihak lain yang diduga terlibat, seperti Kepala Seksi Pengukuran, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, serta Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang, juga akan dimintai pertanggungjawaban. Meski demikian, Nusron tidak meminta keterangan dari mantan Bupati Tangerang dan eks Menteri ATR yang menjabat pada periode penerbitan sertifikat tersebut.

Privatisasi Laut, Ancaman Bagi Kepentingan Publik

Kasus ini menggarisbawahi pentingnya pengelolaan wilayah negara yang transparan dan berkeadilan. Sertifikasi wilayah perairan tidak hanya melanggar aturan hukum, tetapi juga membuka peluang privatisasi laut yang merugikan masyarakat pesisir.

Publik kini menantikan hasil investigasi lebih lanjut, termasuk langkah tegas pemerintah dalam menindak pihak-pihak yang terbukti bersalah. Dengan perhatian penuh dari berbagai pihak, diharapkan kasus serupa tidak akan terulang di masa depan.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Ikuti kami :

Tags

Related Post