TransparanNews, Jajaran Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri telah mengumumkan penerapan sistem tilang poin, sebuah langkah revolusioner yang akan diberlakukan mulai Januari 2025. Dengan sistem ini, setiap pengendara yang memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) akan diberikan kuota 12 poin setiap tahun. Jika poin ini habis karena pelanggaran, SIM dapat dicabut. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan disiplin masyarakat dalam berkendara.
Gambar Istimewa : lensabanten.co.id
Namun, apakah sistem ini benar-benar dapat menurunkan angka pelanggaran dan meningkatkan kesadaran berkendara? Para ahli menyambut positif, tetapi menekankan pentingnya aturan pendukung yang lebih tegas.
Pandangan Pengamat Transportasi
Djoko Setijowarno, pengamat transportasi, mengapresiasi langkah ini sebagai inovasi yang baik. Namun, ia menegaskan bahwa penerapan sistem harus dibarengi dengan regulasi tambahan yang memperkuat sanksi. Menurutnya, pelanggaran berat seperti mengemudi dalam pengaruh alkohol yang merugikan orang lain harus dikenai hukuman lebih berat, seperti larangan memiliki SIM dalam jangka waktu tertentu.
“Pencabutan SIM saja tidak cukup. Sistem ini harus disertai dengan prosedur ketat dalam penerbitan SIM,” ungkap Djoko. Ia menyoroti masih mudahnya proses mendapatkan SIM di Indonesia, yang sering kali melibatkan praktik curang.
Djoko juga menyarankan agar pembelajaran berkendara dilakukan melalui sekolah mengemudi. Hal ini penting untuk meningkatkan kesadaran pengendara terhadap aturan lalu lintas.
“Banyak yang tidak tahu arti rambu-rambu karena belajar mengemudi secara mandiri. Ini perlu diubah agar masyarakat lebih menghargai pentingnya SIM,” tambahnya.
Implementasi di Wilayah Jadetabek
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya telah mengonfirmasi bahwa sistem tilang poin akan diterapkan di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek). Kombes Pol Latif Usman, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa sistem ini akan terintegrasi dengan Cakra Presisi, memungkinkan pelanggaran terekam oleh kamera tilang elektronik atau E-TLE.
“Pelanggaran akan tercatat secara otomatis di database SIM. Misalnya, pelanggaran yang menyebabkan kecelakaan akan diberi lima poin, sedangkan pelanggaran administratif seperti tidak membawa surat-surat hanya satu poin,” ujar Latif. Jika poin pengendara mencapai batas 12, mereka harus mengulang proses pembuatan SIM.
Latif menekankan pentingnya sosialisasi sebelum sistem ini diberlakukan. “Masyarakat perlu memahami mekanisme ini agar siap menghadapi konsekuensi dari pelanggaran lalu lintas,” katanya.
Mekanisme Kerja Sistem Tilang Poin
- Kuota Poin: Setiap pemegang SIM mendapatkan 12 poin awal per tahun.
- Pengurangan Poin: Poin berkurang sesuai tingkat pelanggaran:
- Pelanggaran Ringan (1 poin): Tidak memakai helm atau sabuk pengaman.
- Pelanggaran Sedang (3 poin): Mengabaikan rambu lalu lintas atau tidak membawa STNK.
- Pelanggaran Berat (5 poin): Mengemudi tanpa SIM atau melanggar batas kecepatan.
- Kecelakaan Lalu Lintas: Hingga 12 poin jika menyebabkan korban jiwa.
- Sanksi:
- Jika poin habis, SIM ditahan sementara hingga ada keputusan pengadilan.
- Akumulasi poin lebih dari 18 dapat menyebabkan pencabutan permanen SIM.
Tujuan dan Keunggulan
Sistem tilang poin dirancang untuk:
- Mengurangi Pelanggaran: Memberikan efek jera bagi pelanggar.
- Meningkatkan Kesadaran: Membentuk budaya disiplin di jalan.
- Menekan Kecelakaan: Mengurangi insiden akibat kelalaian pengemudi.
Keunggulan sistem ini meliputi transparansi, integrasi data digital, dan pemberian sanksi yang proporsional.
Tantangan dan Harapan
Meski potensial, sistem ini menghadapi tantangan dalam konsistensi penerapan. Pengalaman dengan E-TLE menunjukkan bahwa kurangnya konsistensi dapat mengurangi efektivitas program. Oleh karena itu, komitmen untuk menjalankan sistem ini secara berkelanjutan sangat diperlukan.
Dengan aturan yang jelas, prosedur penerbitan SIM yang lebih ketat, serta dukungan teknologi, sistem tilang poin diharapkan dapat menjadi solusi efektif dalam meningkatkan keselamatan berlalu lintas di Indonesia.