Menurut Fahri, larangan ini merupakan instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga keberlanjutan lahan pertanian.
“Pokoknya sawah tidak boleh lagi dibangun. Cari ide lain. Presiden sudah melarang, tidak boleh lagi. Setop. Kalau tidak, kami lapor polisi,” ujar Fahri dengan nada tegas.
Rencana Pembangunan Harus Matang dan Terukur
Fahri menyoroti pentingnya perencanaan pembangunan yang lebih matang dan strategis. Ia menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan petugas khusus untuk memastikan setiap proyek pembangunan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
“Jangan sampai pembangunan rumah kosong terulang lagi di masa depan. Banyaknya rumah kosong di NTB bukan karena masyarakat tidak mau tinggal, tetapi karena perencanaannya yang tidak sesuai,” tambahnya.
Ia juga mengimbau masyarakat di perkotaan untuk mempertimbangkan tinggal di rumah susun, mengingat keterbatasan lahan di area perkotaan.
“Lahan di kota sudah habis. Silakan tinggal di rumah susun,” saran Fahri.
Permasalahan Rumah Tak Layak Huni dan Rusun Mangkrak
Fahri mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 26,7 juta rumah tidak layak huni di NTB. Pemerintah, menurutnya, harus merancang desain perumahan yang tidak hanya layak, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ia juga menyoroti konversi lahan sawah berkelanjutan menjadi kawasan perumahan di Kota Mataram dan Lombok Barat yang dinilai tidak bijak.
“Kita tahu banyak lahan sawah di Mataram dan Lombok Barat diubah menjadi perumahan. Ini harus dihentikan. Kasihan petani,” katanya.
Fahri secara khusus menyoroti proyek rumah susun (rusun) nelayan di Labuan Haji, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur, yang kini mangkrak. Menurut Fahri, proyek tersebut layak untuk diperiksa aparat penegak hukum karena diduga terjadi ketidaksesuaian dalam perencanaan.
“Kalau rusun mangkrak, itu pasti karena perencanaan yang tidak benar. Kalau ada indikasi seperti itu, harus diperiksa,” tegasnya.
Dugaan Motif Politik di Balik Proyek Rusun
Fahri menduga kegagalan proyek rusun nelayan lima lantai tersebut terkait dengan kepentingan politis dalam pemilihan lokasi pembangunan. Ia mengungkapkan adanya kemungkinan lahan yang dipaksakan untuk digunakan hanya karena terkait dengan pejabat tertentu.
“Ada kemungkinan pembangunan dipaksakan di lahan tertentu karena lahan tersebut milik pejabat tertentu. Padahal, lokasi itu tidak layak,” ujar Fahri.
Ia menegaskan bahwa pembangunan dengan motif politik seperti ini hanya akan merugikan rakyat.
“Perencanaan harus benar-benar bermanfaat untuk rakyat, bukan untuk kepentingan politik yang akhirnya tidak memberikan manfaat nyata,” tambahnya.
Seruan untuk Perubahan
Fahri mengingatkan semua pihak agar lebih serius dalam merencanakan pembangunan di masa depan. Ia meminta agar semua proyek pembangunan dipastikan benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan hanya demi ambisi politik atau keuntungan pribadi.
“Kita harus berhenti membuang uang negara untuk proyek yang akhirnya terbengkalai. Semua itu adalah uang rakyat,” pungkas Fahri.