TransparanNews, Bekasi – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) resmi memperketat aturan ekspor minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) serta limbah kelapa sawit lainnya. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025, yang menggantikan dan merevisi Permendag Nomor 26 Tahun 2024.
Gambar Istimewa : bloombergtechnoz.com
Langkah Strategis Mendukung Industri Domestik dan Biodiesel B40
Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Isy Karim, menjelaskan bahwa aturan ini bertujuan untuk memastikan pasokan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam negeri, sekaligus mendukung program pemerintah terkait biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40). “Kebijakan ini menjadi upaya strategis untuk menjaga stabilitas ketersediaan bahan baku domestik sekaligus mendorong implementasi energi terbarukan,” ujar Isy dalam sosialisasi Permendag di Bekasi, Selasa (14/1/2025).
Menurutnya, pengaturan ekspor UCO dan residu kelapa sawit, seperti Palm Oil Mill Effluent (POME) dan High Acid Palm Oil Residue (HAPOR), akan dibahas secara rinci dalam rapat koordinasi (rakor) yang melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Rakor ini juga menetapkan ada tidaknya alokasi ekspor yang menjadi syarat penerbitan Persetujuan Ekspor (PE).
Dukungan terhadap Kebijakan Internasional dan Pengawasan Ketat
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag, Farid Amir, mengungkapkan bahwa revisi Permendag ini juga didorong oleh meningkatnya permintaan internasional untuk produk POME, HAPOR, dan UCO, terutama setelah diberlakukannya Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).
Selain itu, aturan baru ini juga bertujuan untuk mengatasi praktik tidak etis, seperti pencampuran minyak kelapa sawit mentah (CPO) dengan POME dan HAPOR, serta pengolahan tandan buah segar (TBS) yang dibusukkan secara langsung menjadi residu. “Modus-modus semacam ini tidak hanya merugikan industri tetapi juga berdampak negatif pada kredibilitas ekspor Indonesia di pasar global,” tegas Farid.
Ketentuan Baru untuk Persetujuan Ekspor
Berdasarkan Permendag 2/2025, eksportir diwajibkan untuk memenuhi persyaratan alokasi ekspor jika telah disepakati dalam rakor. PE yang diterbitkan sebelumnya tetap berlaku hingga masa berlakunya habis. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi eksportir sambil menjaga kepentingan nasional.
Kemendag juga menekankan pentingnya kerja sama dengan eksportir dan asosiasi terkait untuk menyampaikan data yang akurat mengenai produksi, pasokan, konsumsi, dan permintaan produk turunan kelapa sawit. Data tersebut akan menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan berikutnya.
Pengaruh Kebijakan terhadap Pasar Domestik
Kebijakan ini diharapkan tidak hanya memberikan manfaat bagi industri dalam negeri tetapi juga mendukung program-program berkelanjutan seperti pengurangan emisi karbon. Selain itu, pembatasan ekspor akan membantu menjaga harga bahan baku tetap stabil, sehingga mampu melindungi konsumen dan pelaku usaha kecil di sektor minyak goreng.
“Dengan penerapan aturan ini, kami berharap dapat menciptakan ekosistem yang lebih sehat bagi industri kelapa sawit nasional serta mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan,” tutup Isy.
Perubahan regulasi ekspor UCO dan residu kelapa sawit merupakan langkah strategis pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan domestik dan permintaan internasional. Dengan pengawasan ketat dan dukungan semua pihak, kebijakan ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perekonomian nasional dan lingkungan.