Ketua Banggar DPR Jelaskan Peningkatan PPN 12%: Kebijakan Bertahap dan Sesuai Amanat UU

TransparanNews, Jakarta — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah, mengklarifikasi polemik terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai tahun 2025.

Redaksi

TransparanNews, Jakarta — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah, mengklarifikasi polemik terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai tahun 2025. Menurut Said, kebijakan ini bukanlah hal yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan telah diatur secara bertahap dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Gambar Istimewa : kompas.com

“Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% adalah amanat dari UU HPP yang mulai berlaku sejak 2021. Jadi, kenaikan ini bukan sesuatu yang terjadi seketika,” ujar Said dalam pernyataan resminya pada Selasa (24/12/2024).

Tahapan Kenaikan PPN Sesuai UU HPP

Kebijakan kenaikan PPN telah dirancang secara bertahap. Setelah UU HPP disahkan, PPN yang sebelumnya 10% dinaikkan menjadi 11% pada tahun 2023. Kemudian, sesuai jadwal, PPN akan kembali naik menjadi 12% pada tahun 2025.

Selain itu, pemerintah memiliki kewenangan untuk menyesuaikan tarif PPN dalam rentang 5% hingga 15% berdasarkan kondisi perekonomian nasional. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi.

“Pemerintah diberikan ruang diskresi untuk menurunkan tarif PPN hingga batas bawah 5% atau menaikkannya hingga 15%, tergantung pada kondisi perekonomian nasional,” tambah Said.

Kesepakatan DPR dan Pemerintah dalam APBN 2025

Kenaikan PPN menjadi 12% juga telah disepakati dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Seluruh fraksi di DPR menyetujui penerapan kebijakan ini, meskipun Fraksi PKS memberikan persetujuan dengan catatan tertentu.

“Pemerintah dan DPR sepakat memasukkan tambahan penerimaan pajak dari kenaikan PPN ini ke dalam target pendapatan negara pada APBN 2025. Hal ini telah diundangkan melalui UU No. 62 Tahun 2024,” jelas Said lebih lanjut.

Dengan demikian, pemberlakuan tarif PPN 12% sudah memiliki dasar hukum yang kuat. UU HPP juga memberikan perlindungan terhadap sejumlah barang dan jasa tertentu yang dikecualikan dari pengenaan PPN atau dikenakan tarif 0%.

Barang dan Jasa yang Bebas PPN

Sesuai dengan UU HPP, beberapa barang dan jasa dikecualikan dari pengenaan PPN, antara lain:

  • Ekspor barang dan jasa.
  • Pengadaan vaksin.
  • Buku pelajaran umum, buku pelajaran agama, dan kitab suci.
  • Pembangunan tempat ibadah.
  • Proyek pemerintah yang didanai hibah atau pinjaman luar negeri.
  • Barang dan jasa untuk penanganan bencana.
  • Kebutuhan pokok yang dikonsumsi rakyat banyak.
  • Pengadaan barang dan jasa untuk proyek pembangunan nasional strategis.

Kebijakan ini dirancang untuk melindungi kebutuhan dasar masyarakat dan mendukung proyek pembangunan yang bersifat strategis.

Implikasi Kenaikan PPN

Peningkatan PPN menjadi 12% diharapkan dapat memperkuat penerimaan negara dan mendukung pembiayaan program-program prioritas pemerintah. Namun, pemerintah juga diminta tetap memperhatikan dampak kenaikan ini terhadap daya beli masyarakat.

Dengan kebijakan yang telah dirancang secara matang, pemerintah dan DPR optimistis penerapan PPN 12% akan berjalan sesuai dengan rencana tanpa mengganggu stabilitas ekonomi nasional.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Ikuti kami :

Tags

Related Post